• Ea eam labores imperdiet, apeirian democritum ei nam, doming neglegentur ad vis. Ne malorum ceteros feugait quo, ius ea liber offendit placerat, est habemus aliquyam legendos id.
  • Ea eam labores imperdiet, apeirian democritum ei nam, doming neglegentur ad vis. Ne malorum ceteros feugait quo, ius ea liber offendit placerat, est habemus aliquyam legendos id.
  • Ea eam labores imperdiet, apeirian democritum ei nam, doming neglegentur ad vis. Ne malorum ceteros feugait quo, ius ea liber offendit placerat, est habemus aliquyam legendos id.

0 Avian Influenza

Tuesday, June 28, 2011
Avian Influenza Adalah Penyakit unggas yang sangat menular disebabkan virus influenza type A (H5N1)
Penyakit ini bersifat menular pada manusia (zoonosis),namun virus penyebabnya mudah mati oleh panas ,sinar matahari dan desinfektan seperti deterjen, formalin 255 , iodione dll.

Media Pembawa Virus
Berasal dari ayam sakit, dan hewan lainya,pakan kotoran ayam , alat transportasi , rak telur ( egg tray) dan peralatan yang tercemar.

Sifat Virus Avian Influenza
Masa inkubasi (masuknya virus ke tubuh unggas sampai timbulnya gejalah sakit atau mati adalah beberapa jam sampai 3 hari

Daya Tahan Terhadap Virus
-Virus dalam daging akan mati pada suhu 80 derajad
Celcius selama 1 menit atau 70 derajad Celcius selama 30
menit
-Virus dalam telur akan mati pada suhu 64 derajad celcius
selama 45 menit
-Virus tahan hidup pada kotoran ayam suhu 4 derajad
Celcius selama 34 menit
-Virus tahan hidup di air (suhu 22 derajad celcius C) selama 4
hari dan suhu 0 derajad Celcius selama 30 hari
- Virus dapat bertahan hidup selama 14 hari setelah
depopulasi pemusnahan ayam , oleh karena itu pengisisan
kembali ayam baru sekurang-kurangnya 1 bulan

Cara Penularan dan Penyebaran Virus Avian Influenza
- Cara Langsung : Mel alui kontak dengan unggas sakit
- Tidak Langsung : Melalui pakan,air minum,pekerja di
peternakan,perlengkapan kandang,
keranjang ayam,egg tray dan
alat transportasi yang tercemar

Ciri-ciri Unggas yang Terinfeksi Avian Influenza
-Kandisi ternak /unggas lemah
-Nafsu makan berkurang
-Jenger dan pial berwarna merah kehitaman sampai biru ,
bengkak disertai perdarahan yang kental diujung-ujungnya
-Pembengkaaan pada muka dan kepala
-Diare,batuk,bersin dan ngorok
-Unggas merasa haus luar biasa
-Nafas cepat dan sulit
-Mengeluarkan cairan dari mata dan hidung (kadang-lkadang)
-Kematian terjadi sangat cepat
pada gambar terlihat foto unggas yang terinfeksi AI(Nony)

Sumber : http://www.4shared.com/document/DFI8R3_Y/Avian_Influenza.html
Read more

0 Perubahan Otot Menjadi Daging

Tuesday, June 14, 2011
Rigor mortis
Rigor mortis adalah suatu proses yang terjadi setelah ternak disembelih diawali fase prarigor dimana otot-otot masih berkontraksi dan diakhiri dengan terjadinya kekakuan pada otot. Padas sat kekakuan otot itulah disebut sebagai terbentuknya rigor mortis sering diterjemahkan dengan istilah kejang mayat.
Waktu yang dibutuhkan untuk terbentuknya rigor mortis tergantung pada jumlah ATP yang tersedia pada saat ternak mati. Jumlah ATP yang tersedia terkait dengan jumlah glikogen yang tersedia pada saat menjelang ternak mati. Pada ternak yang mengalami kecapaian/kelelahan atau stress dan kurang istirahat menjelang disembelih akan mengjhasilkan persediaan ATP yang kurang sehingga proses rigor mortis akan berlangsung cepat. Demikian pula suhu yang tinggi pada saat ternak disembelih akan mempercepat habisnya ATP akibat perombakan oleh enzim ATPase sehingga rogor mortis akan berlangsung cepat.
Waktu yang singkat untuk terbentuknya rigor mortis mengakibatkan pH daging masih tinggi (diatas pH akhir daging yang normal) pada saat terbentuknya rigor mortis. Jika pH >5.5 – 5.8 pada saat rigor mortis terbentuk dengan waktu yang cepat dari keadaan normal maka kualitas daging yang akan dihasilkan menjadi rendah (warna merah gelap, kering dan strukturnya merapat) dan tidak bertahan lama dalam penyimpanan sekalipun pada suhu dingin.

Fase Rigor Mortis
Ada tiga fase pada proses rigor mortis yakni fase prarigor, fase rigor mortis dan fase pascarigor. Pada fase prarigor dibedakan atas fase penundaan dan fase cepat seperti terlihat pada gambar 2.
Pada gambar 2 terlihat waktu pascamerta yang dibutuhkan untuk proses rigor mortis pada otot yang berasal dari ternak kelinci. Pada grafik a memperlihatkan waktu proses rigor mortis yang berlangsung sempurna; fase penundaan membutuhkan waktu 8 jam dan fase cepat 3 jam. Waktu yang dibutuhkan terbentuknya rigor mortis adalah 11 jam. Pada grafik b memperlihatkan waktu rigor mortis pada kelinci yang mengalami kecapaian/kelelahan dimana waktu yang dibutuhkan untuk terbentuknya rigor mortis adalah 5 jam. Pada grafik c adalah proses rigor mortis yang terjadi sangat cepat kurang dari 1 jam (30 menit) yang terjadi pada ternak kelinci yang sudah sangat kelelahan (kehabisan sumber energi). Ketiga grafik ini (a, b, c) menunjukkan bahwa waktu terbentuknya rigor mortis sangat tergantung pada jenis ternak dan kondisi ternak sebelum mati; makin terkuras energi maka makin cepat terbentuknya rigor mortis

Waktu pascamerta (jam)
 Gambar 2. Proses rigor mortis pada kelinci (a=normal, b=kecapaian/kelelahan, c=sangat terkuras stamina)
  

Perubahan Fisik Pada Proses Rigor Mortis
Aktomiosin
Aktomiosin adalah pertautan antara miofilamen tebal (myosin) dan miofilamen tipis (aktin) pada organisasi miofibriler otot (Modul Struktur Otot) dan mengakibatkan terjadinya kekakuan otot. Pada saat ternak masih hidup maka pertautan kedua miofilamen ini (tebal dan tipis) berlangsung secara reversible (ulang alik) yakni kontraksi dan relaksasi. Ketika kedua miofilamen bergesek maka dikatakan terjadi kontraksi dan sarkomer (panjang serat) akan memenedek sebaliknya pada saat kedua miofilamen saling melepas (tidak terjadi pergesekan) maka disebut terjadi relaksasi ditnadai dengan sarkomer memanjang.
Sesaat setelah ternak mati maka kontraksi otot masih berlangsung sampai ATP habis dan aktomiosin terkunci (irreversible). Otot menjadi kaku (kejang mayat) dan tidak ekstensible; pada ssat ini tidak dibenarkan untuk memasak daging karena akan sangat terasa alot.

Perubahan Karakter Fisikokimia
Kekakuan (kejang mayat) yang terjadi pada saat terbentuknya rigor mortis mengakibatkan daging menjadi sangat alot dan disarnkan untuk tidak dikonsumsi. Kekakuan ini secara perlahan akan kembali menjadi ekstensibel akibat kerja sejumlah enzim pencerna protein diantaranya cathepsin (lihat proses maturasi).
Pemendekan otot dapat terjadi akibat otot yang masih prarigor (masih berkontraksi) didinginkan pada suhu mendekati titik nol. Kejadian ini disebut sebagai cold shortening dimana serat otot bisa memendek sampai 40% dan mengakibatkan otot tersebut menjadi alot dan kehilangan banyak cairan pada saat dimasak (lihat modul V). Pada saat prarigor, otot masih dibenarkan untuk dikonsumsi sekalipun tingkat keempukannya tidak sebaik jika dikonsumsi pada fase pascarigor. Ini dimungkinkan karena adanya enzim Ca+2 dependence protease (CaDP) atau calpain yang berperan sebagai enzim yang aktif bekerja mencerna protein jika ada ion Ca+2 Ion ini diperoleh pada saat reticulum sarkoplasmik dipompa pascakontraksi otot.
pH akhir otot menjadi asam akan terjadi setelah
rigor mortis terbentuk secara sempurna. Tapi kebanyakan yang terjadi adalah rigor mortis sudah terbentuk tetapi pH otot masih diatas pH akhior yang normal (pH>5.5 – 5.8). pH akhir otot yang tinggi pada saat rigor mortis terbentuk memberikan sifat fungsional yang baik pada otot yang dibutuhkan dalam pengolahan daging (bakso, sosis, nugget). Demikian pula pada saat prarigor, dimana otot masih berkontraksi sangat baik digunakan dalam pengolahan. pH asam akan mengakibatkan daya ikat air (water holding capacity) akan menurun, sebaliknya ketika pH akhir tinggi akan memberikan daya ikat air yang tinggi.
Denaturasi protein miofibriler dapat terjadi pada pH otot dibawah titik isoelektrik mengakibatkan otot menjadi pucat, berair dan strukturnya longgar (mudah terurai). Hal ini bisa terjadi pada ternak babi atau ayam yang mengalami stress sangat berat menjelang disembelih dan akibatnya proses rigor mortis berlangsung sangat cepat; bisa beberapa menit pada ternak babi.
Warna daging menjadi merah cerah pada saat pH mencapai pH akhir normal (5.5 – 5.8) pada saat terbentuknya rigor mortis.

Faktor-faktor penyebab variasi waktu terbentuknya rigor mortis
Jangka waktu yang dibutuhkan untuk terbentuknya rigor mortis bervariasi dan tergantung pada:
  1. Spesis; pada ternak babi waktu yang dibutuhkan untuk terbentuknya rigor mortis lebih singkat, beberapa jam malahan bisa beberapa menmeit pada kasus PSE (pale soft exudative) dibanding dengan pada sapi yang membutuhkan waktu 24 jam pada kondisi rigor mortis sempurna. Dikatakan sempurna jika rigor mortis terjadi selama 24 jam pada ternak dengan kondisi cukup istirahat dan full glikogen sebelum disembelih dan suhu ruangan sekitar 15°C.
  2. Individu; terdapat perbedaan waktu terbentuk rigor mortis pada individu berbeda dari jenis ternak yang sama. Sapi yang mengalami stress atau tidak cukup istirahat sebelum disembelih akan memebutuhkan waktu yang lebih cepat untuk instalasi rigor mortis dibanding dengan sapi yang cukup istirahat dan tidak stress pada saat menjelang disembelih.
  3. Macam serat; ada dua macam serat berdasarkan warena yang menyusun otot yakni serat merah dan serat putih. Rigor mortis terbentuk lebih cepat pada ternak yang tersusun oleh serat putih yang lebih banyak dibanding dengan serat merah. Pada otot dengan serat merah yang lebih banyak memperlihatkan pH awal lebih tinggi dengan aktivitas ATP ase yang lebih rendah. Aktivitas ATP ase yang lemah akan membutuhkan waktu yang lebih lama untuk menghabiskan ATP. Dengan demikian pada otot merah membutuhkan waktu yang lebih lama untuk terbentuknya rigor mortis.
Read more

0 Merawat Kucing Hamil

Monday, June 13, 2011
Casper

Bagi pecinta binatang terutama pecinta kucing pasti senang banget bila tau kucing peliharaannya sedang hamil. kucing hamil sama halnya dengan hewan lainya. kucing hamil membutuhkan perawatan yang lebih dari bisanya agar kesehatan induk dan janin tetap terjaga sampai kelahiran. sedikit berbagi informasi tentang merawat kucing hamil.

Berikan makanan yang paling baik.
Kucing yang sedang hamil membutuhkan banyak protein dan vitamin. Sejumlah besar protein diperlukan untuk mendukung perkembangan janin. Pastikan makanan yang diberikan mengandung protein yang tinggi. Persentase kandungan protein bisa dilihat di kemasan. Biasanya makanan untuk kitten mempunyai kandungan protein dan vitamin yang lebih banyak dibandingkan makanan untuk kucing dewasa (adult). Sebaiknya kucing yang sedang hamil diberikan makanan untuk kitten ini.
Suplemen berupa vitamin dan kalsium juga diperlukan untuk meningkatkan kesehatan janin dan ibunya. Hati-hati dengan suplemen kalsium. Pemberian kalsium yang terlalu banyak menyebabkan perkembangan tulang janin yang berlebihan. Akibatnya ukuran janin terlampau besar dan sulit keluar pada saat akan dilahirkan (distokia)

Kucing hamil harus berada di dalam rumah.
Kucing yang hidup di luar rumah mempunyai resiko tertular penyakit yang lebih tinggi. Keadaan di dalam rumah lebih hangat dan tenang, jauh dari gangguan kucing-kucing liar yang dapat menyebabkan perkelahian antar kucing. Selain itu kondisi di dalam rumah relatif lebih bersih. Anak-anak kucing harus dilahirkan di tempat yang bersih.

Jangan memberikan sembarang obat selama masa kehamilan.

Pemberian obat-obatan pada kucing hamil hanya dilakukan dalam keadaan darurat saja. Selalu konsultasikan pemberian obat-obatan dengan dokter hewan anda. Berbagai obat-obatan seperti obat cacing, anti kutu dan beberapa macam antibiotik dapat menyebabkan gangguan, cacat pada janin bahkan keguguran.

Sediakan kandang /tempat yang nyaman
Sebuah kotak kardus yang besar diisi dengan handuk atau alas serta serpihan koran sudah cukup memadai. Tempatkan ditempat yang hangat, bersih, tenang dan terawasi. Pastikan tempat ini telah tersedia minimal minggu sebelum waktunya melahirkan.

Gunakan pasir kotoran (litter) yang tidak menggumpal.

Kadang-kadang kucing melahirkan anaknya di kotak/tempat kotoran (litter). Pasir yang terdapat dalam kotak litter bisa menenpel di tubuh anak yang baru lahir. Induk kucing biasanya tidak mau membersihkan (menjilati) anaknya bila tertutup pasir yang menggumpal (merek : pura, cat san, hartz scoop dll). Gunakan saja pasir zeolit yang relatif lebih murah dan tidak menggumpal. Butiran zeolit berwarna abu kehijauan.

Jauhkan dari kucing-kucing lain.

Jika anda memiliki banyak kucing, pastikan tempat melahirkan jauh dari kucing-kucing lain. Pada saat melahirkan, kucing tidak suka berada didekat kucing lain, meskipun kucing tersebut sudah saling mengenal sejak lama. Insting keibuan dan proteksi akan semakin kuat pada saat mendekati kelahiran. Ada beberapa kucing yang baru melahirkan akan langsung menyerang kucing yang mendekatinya.

Siapkan persediaan makanan yang cukup

Siapkan persediaan makanan dan minum yang cukup bagi kucing anda. Jangan biarkan kucing anda sendirian pada saat melahirkan.

Cek dokter hewan terdekat.

siapklan catatan alamat dan nomor telepon beberapa klinik atau dokter hewan terdekat. Hubungi dan cari informasi dokter hewan/klinik yang buka 24 jam sebagai persiapan bila ada kasus emergency.

Cari informasi selengkap-lengkapnya.

Selalu mencari informasi selengkap-lengkapnya dan belajar terus menerus mengenai kehamilan kucing anda. Sehingga anda bisa menangani proses kelahiran kucing sendiri dan dapat segera menganali bila terjadi masalah atau komplikasi. Bila informasi yang benar dan lengkap telah anda dapatkan, anda tidak akan panik lagi menghadapi kelahiran kucing kesayangan.

Sumber : Kucing Kita
Read more

0 Penyakit Zoonosis

Thursday, June 9, 2011
Zoonosis berasal dari bahasa Perancis "zoonotic" yang artinya penyakit yang bersumber dari hewan dan dapat ditularkan kepada manusia yang nantinya akan berkembang menjadi wabah. Badan / lembaga internasional yang mengurusi penyakit ini adalah OIE ( Organitation International of Epizootic) yang berada di bawah naungan lembaga kesehatan PBB yaitu WHO. Untuk Negara berkembang seperti Indonesia, penyakit zoonosis menjadi ancaman yang paling serius sehingga penyakit zoonosis ini mendapat perhatian khusus dari departemen kesehatan Republik Indonesia. Untuk menangani penyakit zoonosis ini departemen kesehatan bekerja sama dengan Dirjen peternakan dan Dirjen kesehatan hewan. Indonesia sampai sejauh ini selalu dirundung masalah penyakit zoonosis ini dan seolah-olah kasus penyakit zoonosis silih berganti menyerang Indonesia. Kejadian wabah penyakit zoonosis yang paling sering terjadi di Indonesia disebabkan oleh virus, bakteri dan parasit.

Penyakit zoonosis yang disebabkan oleh virus misalnya penyakit mulut dan kuku pada sapi, influenza pada unggas dan babi, dan rabies pada anjing, kucing, dan kera. Untuk penyakit mulut dan kuku pada sapi disebabkan oleh virus dari familia Picornaviridae. Penyakit mulut dan kuku ini sangat berbahaya bagi manusia. Jika manusia mengkonsumsi daging sapi yang terkena penyakit ini dapat mengakibatkan luka-luka koreng di tubuhnya yang nantinya akan mengakibatkan kelumpuhan dan bahkan kematian. Untuk penyakit influenza pada unggas dan babi disebabkan oleh influenza virus type A. Pada unggas influenza virus type A sub-type H5N1,pada babi influenza virus type A sub-type H1N1. Flu burung dan flu babi ini sangat menular dan manusia yang tertular akan terkena gangguan pernafasan yang akut sampai-sampai dapat menyebabkan kematian. Penyakit rabies pada anjing, kucing, dan kera disebabkan oleh Rhabdovirus. Penularan ke manusia biasanya karena disebabkan oleh gigitan hewan yang terjangkiti. Virus rabies masuk ke manusia melalui gigitannya dan virus ini akan menyebar ke susunan system saraf manusia hingga ke otak dan akan menyebabkan kematian.
 
Untuk penyakit zoonosis yang disebabkan bakteri dan pernah mewabah di Indonesia yaitu anthrax. Bakteri penyebab anthrax yaitu Baccillus Anthraxis yang sering menyerang sapi. Penularan ke manusia disebabkan manusia mengkonsumsi daging yang mengandung virus anthrax. Penyakit ini juga dapat menyebabkan kematian pada manusia.

Penyakit zoonosis yang disebabkan oleh parasit misalnya toxoplasma gondii. Parasit ini sering ditemukan pada kucing dan kambing. Pada kucing biasanya ditularkan karena manusia sering kontak langsung dengan kucing, air liur kucing, dan perabotan makan manusia yang dijilati oleh kucing. Pada kambing ditularkan jika manusia mengkonsumsi daging kambing yang belum matang, biasanya berupa sate ataupun steak. Efek yang ditimbulkan bagi wanita hamil adalah keguguran, dan pada pria dapat menyebabkan kemandulan. 

Sumber : www.kulinet.com
Read more

0 Penyakit Zoonosis pada Hewan Kesayangan

Penggemar hewan kesayangan, menjaga kesehatan pada hewan kesayangan adalah bagian wajib dari rasa sayang kita pada hewan kesayangan kita. Sebetulnya menjaga kesehatan hewan kesayangan kita bukan hanya untuk kesejahteraan hewan kesayangan kita atau wujud dari rasa sayang kita pada hewan kesayangan kita namun juga terhadap kesehatan kita sendiri. Mengapa? Karena hewan kesayangan kita juga menjadi sumber potensial penyebaran penyakit terhadap sesama hewan kesayangan bahkan terlebih kepada kita pemilik hewan kesayangan. Penyakit yang menular dari hewan kesayangan kita pada kita disebut sebagai penyakit zoonosis atau lebih tepatnya anthropozoonosis. Ada beberapa penyakit yang harus kita tahu dan wajib diwaspadai yang menyerang hewan kesayangan kita dan dapat menular pada kita sebagai pemilik hewan kesayangan.

Avian influenza
Dikenal juga sebagai flu burung, penyakit yang disebabkan virus influenza dan dapat menular pada manusia serta bersifat fatal. Virusnya sebetulnya berasal dari unggas air liar yang kemudian menular dan berubah sifat pada unggas piaraan. Hingga saat ini tidak ada obat yang efektif untuk mengatasi avian influenza sehingga langkah yang paling efektif adalah biosekuriti alias melalui pencegahan. Pencegahan yang paling efektif adalah menjaga kebersihan, karena virusnya mudah dibunuh dengan desinfektan.

Antraks.
Suatu infeksi yang disebabkan oleh bakteri Baccilus anthracis. Pada manusia dapat ditemukan dalam 3 bentuk yaitu, kulit (kutaneus), respirasi atau intestinal. Semua hewan peliharaan dan hewan liar mempunyai risiko untuk terinfeksi. Serangan akut baik pada munsia atau hewan bersifat fatal. Pada hewan yang dicurigai terserang antraks dilarang membuka karkas atau bangkainya, bahkan untuk alasan pemeriksaan. Pada manusia bentuk kutan bila tidak diobati akan mempunyai risiko kematian 5-20% dan bentuk intestinal 25-75%. Antraks bentuk paru atau respirasi biasanya fatal.

Leptospirosis.
Suatu penyakit yang disebabkan bakteri bernama Leptospira. Leptospira mempunyai lebih dari 170 serotipe. Sebagian besar hewan dapat menjadi hospes termasuk hewan kesayangan kita. Namun demikian ada reservoar utama, L. canicola pada anjing, L. hardjo pada sapi dan L. ichterohemorhagiae pada tikus. Leptospira dikeluarkan melalui air seni yang kemudian mencemari lingkungan terutama lingkunganair. Manusia tertular melalui kontak langsung dengan hewan atau lingkungan yang tercemar dan leptospira masuk ke dalam tubuh melalui kulit yang lecet, luka atau selaput mukosa. Pada hewan akan menyebabkan ikterus (kekuningan) ringan sampai berat dan anemia, hepar membesar dan mudah rusak serta ginjal membengkak. Pada manusia terjadi hepatomegali dengan degenerasi hepar serta nefritis. Anemia, ikhterus hemolitik , meningitis dan pneumonia.

Rabies
Penyebab rabies adalah virus rabies (Rhabdoviridae). Rabies terdapat di semua benua kecuali Australia dan Antartika. Sedangkan beberapa negara yang bebas rabies saat ini adalah Kepulauan Britania. Swedia, Selandia Baru, Jepang, Hawaii, Taiwan, Pulau pulau Pasifik dan beberapa negara Hinda Barat. Virus ini menginfeksi semua hewan berdarah panas dan manusia. Pada manusia gejala kahsnya adalah demam, perubahan tingkah laku, kecemasan, sulit tidur, sakit kepala, gelisah, kontraksi spamodik dari otot yang membengkak, sulit menelan (paralisis) kejang-kejang diikuti kelumpuhan (paralisis) dan kematian. Pada hewan dapat terjadi tidak hanya anjing, kucing tapi juga pada kelinci, marmut, hamster, kera, monyet dan lain-lain (semua hewan berdarah panas). Pada hewan gejalanya terdiri dari 2 bentuk yaitu pasif dan aktif. Keduanya dimulai dari tingkah laku yang abnormal, anoreksia diikuti agitasi dan agresi pada anjing. Hipersalivasi diakibatkan karena tidak adanya refleks menelan. Kejang, paralisis dan kematian. Bentuk pasif langsung paralisis, hipersalivasi dan mati. Waspadai bahwa semua hewan kesayangan anda mempunyai potensi menularkan rabies terutama pada daerah-daeah enzootik rabies dan belum dilakukan vaksinasi anti rabies.

Toxoplasmosis.
Penyebab toksoplasmosis adalah parasit golongan protozoa yang bernama Toxoplasma gondii. Induk semang definitifnya adalah kucing, artinya pada tubuh kucing Toxoplasma dapat berbiak secara kawin dan non kawin. Dengan adanya perkawinan akan dihasilkan ooksita (suatu bentuk telur yang sangat kecil). Untuk dapat menginfeksi pada kucing atau hewan lain atau manusia, ookista harus mengalami sporulasi sehingga menjadi infekstif. Sumber penularan lain selain ookista infekstif adalah bahan pangan yang terkontaminasi ookista infektif serta daging atau telur yang mengandung tachizoid atau bradizoit (bentuk lain Toxoplasma).

Scabiosis
Penyebab penyakit ini adalah Sarcoptes scabei dengan penyakit yang sering disebut adalah kudisan. Penyakit ini seringkali menyerang pada hewan yang tidak terawat atau kotor. Pada tubuh hewan parasit ini akan masuk ke dalam lapisan kulit dan membuat semacam terowongan dan berkembang biak. Semua hewan dapat terserang scabiosis (anjing, kucing, kelinci, marmut, kambing, domba dan lain-lain). Penularan pada manusia, perkembangan parasit biasanya tidak sempurna ( tidak terjadi perkembangbiakan) dan kerusakan kulit yang parah. Lesi biasanya berupa ruam-ruam, gatal pada kulit.

Brucellosis.
Bruselosis adalah infeksi bakteri yang dapat menyebabkan demam yang berulang dan kronis pada manusia. Infeksi tersebut didapat melalui kontak dengan hewan yang terinfeksi atau hasil susunya. Penyebab bruselosis adalah Brucella abortus pada sapi, Brucella canis pada anjing, Brucella melitensis dan Brucella ovis pada kambing dan domba, Brucella suis pada babi. Penularan diantara hewan  terjadi akibat perkawinan alami, kontak dengan janin yang terinfeksi dan cairan-cairan kelahiran. Infeksi pada manusia setelah minum susu yang tidak dipasteurisasi atau kontak langsung dengan bahan-bahan yang terinfeksi (darah, urine, cairan kelahiran, selaput fetus, cairan vagina). Pada manusia akan terjadi demam yang berfluktuasi, malaise, lemah, lelah, kaku, berkeringat, sakit kepala, sakit opunggung, sakit persendian, kehilangan berat badan dan gejala sistemik lainnya. Dapat juga terjadi pembesaran limfa, hepar dan limpa, bahakn endokarditis. Gejala lainnya termasuk depresi dapat disalahartikan sebagai neurosis dan dapat bertahan selama beberapa bulan atau tahun dengan sering berulang.

Filariasis
Suatu infeksi cacing gelang melalui nyamuk. Agen penyebab yang bersifat zoonosis adalah Brugei malay dan Dirofilaria immitis. B. malay ditemukan di Malaya dan Filipina. D. immitis ditemukan pada anjing di Amerika Selatan dan Utara, Australia, India, Timur Jauh dan Eropa. Infeksi pada manusia telah dilaporkan dari Amerika Serikat dan sebagian kecil Kanada dan Australia. Reservoar B. malay adalah monyet dan kucing. Pada anjing yang dikenal adalah Dirofilaria immitis atau cacing jantung. Cacing ini dijumpai di bilik kanan dan arteri pulmonal anjing. Infeksi ringan tidak menimbulkan gejala tetapi infeksi yang kronis akan menyebabkan jantung tidak bekerja dengan baik disertai asites dan bendungan pasif. Pada manusia dapat terjadi demam berulang. Limfadenopati, lemfangitis dan abses. Pembesaran yang menyolok dari anggota gerak (elefentiasis) dan jarang terjadi hidrosel yang berkembang setelah bertahun-tahun. Tanpa adanya screening yang baik dan lalu lintas hewan kesayangan (import) yang sangat tinggi bukan tindak mungkin di Indonesia juga ada infeksi D. immitis.

Sumber : veteriner dunia saya
Read more

0 Penyakit Zoonosis pada Hewan Ternak

Penyakit zoonosis adalah penyakit yang dapat menular dari hewan ke manusia. Ada banyak penyakit yang termasuk dalam kelompok penyakit zoonosis ini. Berikut beberapa penyakit zoonosis yang lazim ditemukan pada ternak kambing, domba dan sapi.

ANTHRAX
Penyebab : bakteri Bacillus anthracis
Hewan terserang : Sapi, kambing, domba, babi dan burung onta.
Gejala : Demam tinggi, nafsu makan hilang, gemetaran, nafas ngos-ngosan, bengkak-bengkak, keluar darah dari lubang-lubang alami (telinga, hidung, mulut, anus & kemaluan ) kemudian diikuti kematian. Organ limpa membengkak dan berwarna gelap.
Penularan : melalui makanan (mulut), pernafasan dan kontak kulit.
Pemotongan : hewan teserang anthrax dilarang untuk dipotong.

BRUCELLOSIS (Keluron Menular)
Penyebab : bakteri Brucella abortus
Hewan terserang : Sapi, kambing.
Gejala : Keguguran pada hewan bunting. Peradangan testis (buah pelir) pada hewan jantan.
Penularan : melalui saluran makanan, kelamin, selaput lendir dan luka oleh air kencing, air ketuban, susu dan daging hewan penderita.
Pemotongan : dilakukan di Rumah Potong Hewan (RPH) dengan pengawasan ketat oleh dokter hewan. Bekas tempat pemotongan disucihamakan.

LEPTOSPIROSIS.
Penyebab : bakteri Leptospira sp.
Hewan terserang :Sapi, anjing, kerbau, babi, tikus.
Gejala : demam, nafsu makan turun, sesak nafas, loyo, selaput lendir kekuningan (icterus), air kencing lebih pekat dan berwarna kuning. Ginjal membengkak dan berwarna gelap.
Penularan : makanan dan minuman (daging, organ ginjal dan susu ) yang tercemar bakteri leptospira. Juga oleh air kencing hewan penderita ,atau genangan air yang tercemar air kencing penderita , lewat selaput lendir dan luka.
Pemotongan : hewan penderita leptospirosis tidak boleh dipotong (dikonsumsi).

SALMONELLOSIS ( Diare Menular)
Penyebab : bakteri Salmonella sp.
Hewan terserang : sapi, domba, kambing, babi, ayam.
Gejala : diare disertai lendir, kadang berdarah.
Penularan : Daging, telur dan susu merupakan sumber penularan. Juga kotoran penderita yang mencemari makanan, minuman dan alat-alat.
Pemotongan : hewan penderita tidak boleh dipotong.

TUBERCULOSIS
Penyebab : bakteri Mycobacterium tuberculosis.
Hewan terserang : sapi, babi, kuda, domba, kambing, kera, anjing dan kucing.
Gejala : tidak terlalu jelas. Kadang batuk yang tidak sembuh-sembuh. Paru-paru terdapat benjolan-benjolan putih (tuberkel). Dalam keadaan berat tuberkel menyebar ke seluruh bagian tubuh.
Penularan : lewat saluran pencernaan dan pernfasan oleh percikan batuk hewan penderrita.
Pemotongan : apabila ditemukan tuberkel pada satu organ saja, daging boleh dikonsumsi. Hanya organ yang bersangkutan diafkir (dimusnahkan / dibakar). Jika tuberkel ditemukan pada banyak organ, maka harus diafkir seluruhnya. Dibakar dan ditanam.

ORF
Penyebab : virus parapox
Hewan terserang : kambing dan domba
Gejala : peradangan pada kulit, kemudian melepuh dan terbentuk keropeng. Bagian yang sering dijumpai adanya keropeng yaitu kulit yang jarang ditumbuhi bulu misalnya sekitar mulut, mata, alat kelamin dan ambing.
Penularan : kontak langsung dengan bahan-bahan yang mengandung virus tersebut.
Pemotongan : tidak boleh dipotong atau boleh diopotong dibawah pengawasan dokter hewan.

SISTISERKOSIS (Cacing Pita )
Penyebab : cacing pita Taenia saginata
Hewan terserang : Sapi & kerbau.
Penularan : makanan yang tercemar telur cacing pita dari kotoran manusia penderita (cacing pita dewasa hanya hidup di saluran pencernaan manusia).
Gejala : tidak menunjukkan gejala nyata. Terdapat gelembung-gelembung seperti butiran beras pada beberapa bagian daging atau organ dalam.
Pemotongan : bila infestasi merata yaitu disetiap irisan daging terdapat kista, maka semuanya harus diafkir / dimusnahkan. Apabila infestasi ringan / tidak merata, daging boleh dikonsumsi setelah dimasak secara matang atau dibekukan –10oC selama 6 hari.

TOXOPLASMOSIS
Penyebab : protozoa bersel tunggal Toxoplasma gondii
Hewan terserang : Sapi, kambing, domba, kerbau, babi, unggas, anjing, kucing.
Gejala : Tidak ada gejala yang nyata. Apabila kista berada di otak akan menunjukkan gejala epilepsi. Kista yang berada di retina maka penderita akan mengalami kebutaan.
Penularan : melalui salauran pencernaan lewat makanan (daging, buah , sayuran ), minuman, tangan dan alat yang tercemar telur toxoplasma maupun kistanya. Toxoplasma hanya berkembang biak didalam seluran pencernaan kucing penderita.
Pemotongan : boleh dipotong karena secara fisik (visual) sulit mendeteksi adanya kista toxoplasma. Disarankan untuk selalu mengkonsumsi daging yang telah dimasak secara baik.

SCABIES
Penyebab : parasit Sarcoptes scabiei
Hewan terserang : sapi, kerbau, kambing, domba, babi, anjing, kucing dan kelinci.
Gejala : peradangan dan gatal-gatal pada kulit sekitar mulut, mata, telinga, kaki dan ekor, diikuti kerontokan bulu dan penyebaran ke bagian kulit lainnya.
Penularan : kontak langsung dengan penderita.
Pemotongan : diijinkan dengan mengafkir kulit. Daging diperiksa apakah masih layak untuk dikonsumsi.

RINGWORM
Penyebab : cendawan Trichophyton dan Microsporum.
Hewan terserang : Sapi, kambing, domba, unggas, anjing, kucing, kuda.
Gejala : bercak-bercak merah, bernanah, bulu rontok terutama kulit bagian muka, leher dan punggung.
Penularan : kontak langsung.
Pemotongan ; hewan penderita boleh dipotong dan dagingnya boleh dikonsumsi. Kulit diafkir dan dibakar.

Sumber : qurbansehat
Read more

0 Konsep Dasar Penyimpanan Semen Beku

Wednesday, June 1, 2011
Download : DOC  I  PDF  I  PPT
Kriopreservasi 
Secara teoritis, kriopreservasi berasal dari kata krio yang berarti beku, dan preservasi yang berarti penyimpanan pada temperatur rendah. Jadi Kriopreservasi adalah teknik penyimpanan materi genetik dalam keadaan beku pada temperatur rendah atau suatu teknik penyimpanan sel hewan, tumbuhan dan materi genetika lainnya (termasuk semen dan oosit) dalam keadaan beku melalui reduksi aktivitas metabolisme tanpa mempengaruhi organel-organel di dalam sel, fungsi fisiologi, biologi, dan morfologi (Suprianata dan Pasaribu, 1992).
Tujuan utama dari teknik ini adalah untuk menyimpan, memelihara, dan menjamin kelangsungan hidup suatu materi genetik. Hal ini berarti bahwa penyimpanan sel gamet (plasma germinal) dengan menggunakan teknik kriopreservasi diharapkan dapat mempertahankan daya hidupnya dan fungsi sel gamet baik secara imunologis, biologis dan fisiologis (Suprianata dan Pasaribu, 1992).
Beberapa prinsip penting yang perlu diperhatikan dalam menggunakan teknik kriopreservasi, yaitu: 
  • Apabila terjadi dehidrasi (pengeluaran air dalam sel) akan terjadi kekeringan yang menyebabkan kerusakan pada sel
  • Apabila tidak terjadi dehidrasi akan terbentuk kristal-kristal es yang dapat merusak sel, jaringan dan materi genetik ternak lainnya. 
Dengan demikian perlu diperhatikan proses pemindahan air pada dehidrasi sebelum deep freezing maupun rehidrasi setelah thawing (Suprianata dan Pasaribu, 1992).
Penyimpanan sel gamet dengan teknik kriopreservasi memiliki keuntungan dan kerugian. Adapun keuntungannya adalah dapat disimpan dalam waktu tidak terbatas, media tempat penyimpanan (container) tetap terisi N2 cair, dapat dikoleksi setiap saat, dapat digunakan kapan saja bila dibutuhkan, untuk melestarikan plasma nutfah dan tidak perlu mengimpor dan dapat memelihara ternak yang memiliki genetik tunggal. Sedangkan kerugiannya adalah biaya operasional sangat mahal, memiliki kemampuan yang tinggi, sel gamet yang dihasilkan berkualitas baik dan layak disimpan dalam keadaan beku (Suprianata dan Pasaribu, 1992). 
Berdasarkan kejadiannya secara fisik, teknik kriopreservasi dapat dibedakan menjadi dua metode yaitu metode konvensional dan vitrifikasi (Rall dan Fahy, 1985; Niemann, 1991; Suprianata dan Pasaribu, 1992). Metode konvensional merupakan pembawa materi genetik ternak (sel gamet) yang disimpan pada suhu dibawah 0OC dan disertai pembentukan kristal-kristal es. Pembentukan kristal-kristal es dimulai pada bagian ekstraseluler yang mengakibatnya terjadi dehidrasi sehingga menimbulkan kekeringan yang sangat besar dan kerusakan organel-organel intraseluler seperti mitokondria, lisosom dan sebaliknya. Teknik vitrifikasi adalah proses fisik berupa pemadatan medium krioprotektan berkonsentrasi tinggi selama pendinginan tanpa disertai pembentukan kristal-kristal es. Dalam keadaan padat distribusi ion-ion dan molekul tetap seperti dalam fase cair (Rall, 1992).
Medium yang digunakan memiliki tiga sifat umum, yaitu larutan yang  mengandung krioprotektan intraseluler dengan konsentrasi tinggi, larutan yang membutuhkan garam-garam fisiologis dan mengandung makromolekul untuk meningkatkan kemampuan larutan dan proses supercooling (Niemann, 1991). Teknik ini memiliki kelebihan yaitu sederhana, dapat diandalkan, relatif mudah untuk diaplikasikan dilapangan dan tidak memerlukan alat khusus (Rall, 1992).
Berikut ini merupakan salah satu contoh penyimpanan sel spermatozoa dengan metode konvensional (Gambar 1). Pertama-tama yang perlu dilakukan dalam koleksi spermatozoa dari ternak jantan antara lain massase, menggunakan vagina buatan dan elektro ejakulator. Segera setelah koleksi, spermatozoa dievaluasi secara makroskopik (volume, warna, kekentalan, dan pH) dan secara mikroskopik (gerakan massa, konsentrasi, presentase abnormalitas, presentase hidup, persentase abnormalitas, persentase akrosom dan presentase membran plasma utuh). Persyaratan umum spermatozoa yang akan dibekukan minimal persentase motilitas 70%, konsentrasi 2 x 109 sel / ml, gerakan massa ++ / +++, persentase hidup minimal 80% dan persentase abnormal tidak lebih dari 15%. Apabila spermatozoa yang memenuhi persyaratan, maka langsung dilakukan proses pengenceran. Pengeceran merupakan proses untuk memperbanyak volume spermatozoa serta untuk memenuhi kebutuhan fisik dan kimia sperma selama proses penyimpanan.
Pengemasan dilakukan dengan menggunakan straw. Ukuran straw bevariasi ada yang 0.25 cc, 0.50 cc dan bahkan ada 1 cc. Kemudian dilakukan ekuilibrasi dengan tujuan agar spermatozoa dapat menyesuaikan diri dengan pengencer, sehingga pada waktu  proses pembekuan kematian spermatozoa yang berlebihan dapat dihindarkan. Berikut adalah pembekuan dengan proses penguapan di atas N2 cair selama 10 - 15 menit, kemudian disimpan dalam kontainer yang mengandung N2 cair. Proses thawing dapat dilakukan kapan saja apabila diperlukan. Spermatozoa yang telah dibekukan minimal memiliki motilitas 40% (standar baku) setelah thawing.

Faktor-faktor yang dapat merusak spermatozoa selama pemyimpanan
Kejadian yang dapat merusak dan menurunkan viabilitas spermatozoa selama proses penyimpanan dan pembawa materi genetik ternak (sel gamet) dengan teknik kriopreservasi yaitu kejutan dingin (cold shock) dan pembentukan krista-kristal es. Kejutan dingin terjadi karena adanya penurunan suhu secara mendadak dibawah suhu 0OC. Watson (1995) menyatakan bahwa kejadian kejutan dingin berkaitan erat dengan fase pemisahan dan penurunan sifat-sifat permeabilitas secara selektif dan membran bioligik sel hidup.
Pengaruh kejutan dingin terhadap pembawa materi genetik ternak dapat dilihat  pada sel spermatozoa dan sel telur (oosit). Pada sel spermatozoa, kejutan dingin menyebabkan terjadi penurunan motilitas, pelepasan enzim pada akrosom, perpindahan ion melewati membran dan penurunan kandungan lipid (fosfolipid dan kolestrol)  yang berperan untuk mempertahankan integritas struktural-membran plasma (Weitze dan Petzoidt, 1992; White, 1993).
Pembentukan kristal-kristal es berkaitan erat dengan perubahan tekanan osmotik dalam fraksi yang tidak beku (Watson, 2000). Pengaruh pembentukan kristal-kristal es terhadap pembawa materi genetik ternak selama proses kriopreservasi dapat dilihat pada sel spermatozoa dan sel telur. Pada sel spermatozoa dapat menyebabkan penurunan motilitas dan viabilitas spermatozoa, peningkatan pengeluaran enzim-enzim intraseluler ke ekstraseluler dan kerusakan pada organel-organel sel, seperti mitokondria dan lisosom (Suprianata dan Pasaribu, 1992; Dhani dan Sahni, 1992). Apabila mitokondria rusak dan rantai oksidasi putus akan mengakibatkan spermatozoa berhenti bergerak karena tidak ada pasokan energi dari organel mitokondria. Sumber energi mitokondria berperan untuk menggertak mikrotubul sehingga terjadi pergesekan diantara mikrotubul sehingga spermatozoa dapat bergerak secara bebas (motil).

Krioprotektan dan Aditif
Krioprotektan merupakan zat kimia non elektrolit yang berperan untuk mengurangi dan mematikan selama pembekuan berupa larutan kristal es untuk mempertahankan viabilitas sel. Berdasarkan sifat-sifat fisikokimia dan daya permeabilitas membran, krioprotektan dibagi menjadi dua kelompok, yaitu (1) krioprotektan intraseluler, merupakan membran yang dapat keluar masuk dan memiliki bobot molekul lebih kecil sehingga bersifat permeabel (contoh: gliserol, etilen glikol, propanadiol), dan (2) krioprotektan ekstraseluler, merupakan sel yang tidak dapat keluar masuk membran karena memiliki bobot molekul lebih besar sehingga bersifat nonpermeatif (contoh: protein, sukrosa, manosa, rafinosa, kuning telur, susu) (Supriatna & Pasaribu, 1992; Amann, 1999). 
Penggunaan Gliserol
Krioprotektan digunakan dalam proses pembekuan semen hewan mamalia yaitu berupa gliserol. Penggunaan gliserol sebagai krioprotektan merupakan suatu teknik kriopreservasi yang telah ditemukan sejak tahun 1950 sampai sekarang masih digunakan untuk pembekuan sel. Di dunia Kedokteran Hewan Pembekuan  semen anyak digunakan oleh berbagai negara termasuk Indonesia yang berperan utama untuk meningkatkan kapasitas produksi ternak (dairy product). Beberapa kendala yang membatasi penggunaan teknolgi ini yaitu perbedaan fisiologis dan biokimia spermatozoa pada setiap spesies dan adanya mekanisme transport sperma dalam saluran reproduksi betina (Holt, 2000).
Kemampuan gliserol untuk mengikat air cukup kuat karena adanya tiga gugus hidroksil yang dimilikinya. Gliserol dapat berdifusi ke dalam sel dan mampu mengubah kristal es menjadi membran sel sehingga tidak mudah rapuh (Supriatna & Pasaribu 1992).
Mekanisme pergerakan gliserol dalam spermatozoa belum diketahui secara pasti, karena gliserol dapat menggantikan air menjadi elektrolit-elektrolit intraseluler dan dapat mengurangi konsentrasi spermatozoa yang rusak oleh Kristal es yang terbentuk (Toelihere 1985). Krioprotektan dapat mengikat membran plasma dan gugus fosfolipid yang berikatan dengan protein dan glikoprotein yang dapat menyebabkan partikel-partikel intra-membran terkumpul (Park & Graham 1992).
Gliserol dapat memberikan perlindungan terhadap sel spermatozoa yang  merusak selama proses pembekuan semen, menyebabkan kejutan osmotik, dan menurunkan nilai antibiotika dalam pengencer semen, serta menurunkan volume sel sperma sebanyak setengah dari volume larutan isotonik sesudah pencairan kembali. Kandungan gliserol di dalam pengencer semen bergantung pada metode pendinginan / pembekuan, komposisi pengencer, dan cara penambahan dosis gliserol dalam pengencer semen bervariasi pada berbagai jenis ternak. Dosis optimum gliserol dalam pengencer semen sapi sebesar 7% (Viswanath & Shannon 2000), semen kerbau 6% (Kumar et al., 1992) dan semen kambing 6-8% (Sinha et al., 1992, Das & Rajkonwar 1994, Tambing et al., 2000).
Penggunaan Kuning Telur
Kuning telur mempunyai pengaruh cryoprotective pada sperma. Aktivitas cryoprotective kuning telur diperantarai oleh fraksi lipoprotein densitas rendah. Fraksi lipoprotein densitas rendah berfungsi sebagai agen lipid tambahan pada membran plasma sel sperma. Seperti glycerol, konsentrasi optimal kuning telur pada setiap spesies (Curry, 1995).
Khasiat kuning telur yaitu: (i) untuk mempertahankan dan melindungi integritas selubung lipoprotein sel spermatozoa (Toelihere,1985), (ii) bersifat osmotik sebagai penyanggah sel permatozoa terhadap larutan hipotonik dan hipertonik (Jones & Martin 1973), dan (iii) sebagai pelindung terhadap dingin dan mencegah terjadinya peningkatan kalsium ke dalam sel yang dapat merusak spermatozoa (Park & Graham 1992, White 1993). Kuning telur dapat digunakan  sebagai pengencer semen, sumber energi dan agens protektif. Komponen kuning telur yang bertanggung jawab sebagai agens krioprotektif ialah lesitin, fosfolipid, ektrak lipid, fraksi lipoprotein dan lipoprotein spesifik (Vishwanath & Shannon, 2000).
Dosis kuning telur yang digunakan pada umumnya sangat bervariasi misalnya pengencer semen sapi 15% - 30% v/v (Vishwanath & Shannon 2000), semen kambing 10 - 25% (Deka & Rao 1986, Tredjo et al. 1996), dan semen domba 1.5 - 3.0% (Salamon & Maxwell 1995).

Aspek-Aspek Praktis dari Kriopreservasi Semen
Pemrosesan semen pada kriopreservasi telah dijelaskan sebelumnya. Semen dikemas dalam straw (0,25 dan 0,5ml) untuk pembekuan dan penyimpanan, atau dibekukan sebagai pelet pada depresi dangkal es kering. Straw dibekukan dalam fase uap diatas nitrogen cair atau pada mesin pembeku dengan laju terkontrol. Spermatozoa dikemas dalam bentuk straw 0,2ml atau sekitar 10 - 15 juta sel spermatozoael yang diinseminasikan langsung dari straw sesudah pencairan. Sedangkan disisi semen babi dapat dibekukan pada kuantitas yang lebih besar dengan volume 200ml pada tabung 10 - 15 ml spermatozoa untuk satu kali inseminasi.
Hewan ternak seperti biri-biri, rusa dan hewan ruminansia eksotik lainnya  dapat menggunakan pipet khusus inseminasi laparoskopis yang telah dikembangkan dengan ukuran straw 0,25 ml dan jumlah sperma lebih rendah dari metode inseminasi secara trans servikal. Inseminasi dapat dilakukan setelah proses pencairan dalam waktu beberapa detik dengan menggunakan pipet  trans servikal. Keuntungan dari penelitian ini adalah tidak ada cara yang lebih mudah untuk mencairkan sampel semen dengan mengurangi konsentrasi simultan krioprotektan yang dapat memberikan keunggulan secara cepat dan jelas setelah proses pencairan basah dengan menuangkan pelet ke dalam larutan khusus. Pencairan straw biasanya dilakukan dengan pencelupan dalam bak air hangat dengan suhu optimum dan kombinasi waktu dapat digunakan dalam penelitan ini dengan pencairan pada suhu maksimum (60-700C). Manfaat dari penelitian kompa­ratif ini yaitu teknik pencairan denga laju penghangtan yang lebih cepat dan dapat menghasilkan kualitas sperma yang baik (Pursel dan Park. 1985).
Hasil dari penelitian ini telah banyak mengundang para peneliti untuk melakukan metode kriopreservasi yang telah memberikan pemahan baru dalam suatu penelitian mengenai krioprotektan dalam menentukan kelangsungan hidup sel selama peoses beku sampai cair dan kelebihan dari metode ini dapat menunjukkan bahwa penyimpanan volume sel lebih besar dapat menyebabkan  membran pecah (Bailey et al., 1994).
Parkinson dan whitfield (1987) menyatakan bahwa periode pendimginan dan pembekuan dapat mempengaruhi kelangsungan hidup sperma dan meningkatkan fertilitas spermatozoa. Volume pembekuan yang lebih besar seperti maxi-straw atau kantung plastik dapat mempengaruhi kebutuhan dan pengembangan sistem control suhu yang lebih selektif.

Kontrol Penyakit
Penularan penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus antar sampel semen manusia pada N2 cair akhir-akhir ini banyak mengundang  perhatian para peneliti di Inggris terhadap penularan penyakit hepatitis dari seorang pasien dihubungkan dengan sel sumsum tulang yang terkontaminasi dan terinfeksi rusak dalam wadah penyimpanan sampel yang sama. Hasil penelitian ini rekomendasikan bahwa semua straw semen manusia harus disimpan dalam uap, bukan dalam cair wadah nitrogen yang menyebabkan kekhawatiran besar pada penyimpanan semen (Bailey et al., 1994).
Penilaian Semen Beku-Cair
Pembekuan atau pencairan semen beku dapat menyebabkan kerusakan sperma dan menghilangkan fertilitas spermatozoa. Untuk membuahi sel telur, spermatozoon harus mempertahankan kemampuannya untuk memasuki oosit dan flagellum dengan mendorongan permukaan membran dan menghindari pencakupan oleh fagosit pada saluran reproduksi atau pengikatan ireversibel pada sel epitel. Spermatozoon dapat mengikat zona plucida dan merespon reaksi akrosom pada jalur penanda dan struktur terkait seperti plasma dan membran akrosomal luar harus tetap utuh dan tidak rusak pada saat kriopreservasi. Penerasi zone diikuti oleh fusi sperma-oolemma yang melibatkan transfer faktor cytoplasmik atau stimulasi jalur penanda. Kromatin sperma disediakan untuk dekondensasi yang menderita stabilisasi dan destabilisasi tambahan yang tepat selama kriopreservasi (Bailey et al., 1994).
Kerusakan pada salah satu unit fisiologis dapat menurunkan kualitas  spermatozoon sehingga tidak mampu membuahi oosit terjadi infertilitas. Peningkatan kualitas spermatozoa dipengaruhi oleh kriopserpasi untuk meningkatkan fertilitas yang dibutuhkan 10 kali lebih banyak spermatozoa beku dibandingkan spermatozoa segar.
Dosis standar sperma per inseminasi yaitu 25 juta spermatozoa beku dan 2,5 juta spermatozoa segar. Perbandingan dosis sperma yang telah dikembangkan dalam beberapa tahun yaitu 10:1 yang sama masih berlaku; dosis sperma di New Zealand 10-15 juta spermatozoa kriopre­ser­vasi per straw inseminasi vs 1-1,5 juta spermatozoa segar (Bailey et al., 1994).
Tes Fungsi Sperma
Penelitian ini dilakukan untuk melihat fungsi sperma yang telah dikembangkan pada 10 – 15 tahun yang lalu dengan menggabungkan teknik,  nilai aspek seta fungsi yang berbeda-beda secara simultan (serentak). Aspek fungsional dilakukan untuk melihat reaksi akrosomal dan motilitas sperma yang meliputi membran plasma, integritas akrosomal dan mitokondria. Sedangkan sitometri digunakan sebagai alternatif pada mikroskopi untuk melihat struktur sel yang diperiksa (Bailey et al., 1994).
Teknik eosin/nigrosin digunakan pada laboratorium sebagai sarana untuk penilaian membran plasma dengan uji fluorescen fluorescen seperti propidium iodide (PI), pengambilan simultan dan penahanan fluorokrome (Bailey et al., 1994). Sedangkan ester non-fluorescen dari fluorokrom seperti karboksi fluoresein diasetat meng­hasilkan fluorokrom pada pembelahan intrasel dengan esterase, atau fluoresen membran-permeabel memiliki afinitas DNA-STBR-14. Dengan demikian aliran mikroskop atau sitometri digunakan untuk penilaian sel yang rusak/utuh (rasio hidup/mati), sedangkan pewarnaan fluorescen dapat mengikat membran mitokondria dan penilaian mitokondria dengan menggunakan rhodamine 123 (Bailey et al., 1994).
Kriopreservasi dapat menimbulkan kerusakan fisik pada beberapa sel, dan akrosom. Akrosom tidak dapat menggabungkan membran plasma dan penilaian yang berbeda dari hasilnya sendiri. Sedangkan mikroskop digunakan untuk mengevaluasi spermatozoa yang dapat menghasilkan data akrosomal normal (% NAR). Penelitian ini dilakukan dengan pemeriksaan fluorescen (Bailey et al., 1994).
Motilitas sperma digunakan untuk penilaian semen pasca cair sederhana yang dapat memberikan kelangsungan hidup spermatozoa. Dengan demikian, penelitian mengenai fertilisasi dapat menggunakan sistem komputer seperti penilaian kualitas semen. Sedangkan pada penelitian fertilisasi spermatozoa manusia dapat menunjukkan hasil yang signifikan terhadap pembuahan dari sampel semen donor. Hasil dari penelitian ini dapat menunjukkan bahwa penilain semen dengan menggunakan komputer dapat memprediksikan fertilitas semen sapi beku dan semen babi cair yang menunjukkan pengukuran terhadap kelangsungan hidup sperma in vitro pada kapasitasi, fertilisasi dan perkembangan hidup embrio (Bailey et al., 1994).
Hasil penelitian diatas dapat simpulkan bahwa tes fungsi sperma dapat dilakukan penelitian lebih lanjut seperti tes fungsional yang telah dilakukan pada inseminasi heterospermi dengan menggunakan berbagai tipe-tepe fertilitas pada tes fungsi sperma yang lebih tepat (Bailey et al., 1994).
KESIMPULAN
Beberapa hal penting yang perlu diperhatikan dalam menggunakan teknik kriopreservasi, yaitu (1) apabila terjadi dehidrasi (pengeluaran air dalam sel) akan terjadi kekeringan yang menyebabkan terjadinya kerusakan pada sel (2) Apabila tidak terjadi dehidrasi akan terbentuk kristal-kristal es yang dapat merusak sel, jaringan dan materi genetik ternak lainnya.
Terjadi dua venomena utama yang dapat merusak ataupun menurunkan viabilitas selama proses penyimpanan dengan teknik kriopreservasi yaitu kejutan dingin (Cold shock) dan pembentukan Kristal-Kristal es. Cold shock digunakan untuk mencegah semen sapi terhadap pendinginan pada suhu kritis 15oC - 0oC serta meningkatkan kriosurvival sperma pasca thawing.

DAFTAR PUSTAKA

Amann RP. 1999. Cryopreservation of semen. Di dalam: Encyclopedia of Reproduction. Vol. 1 London: Academic.
Arthur, G.H., Noakes, D.E., Harold, P., Parkinson, T.J. 1996. Veterinary Reproduction and Obstetrics. Seventh Edition. W.B. Saunders Company Ltd. London, England.
Bailey JL, Buhr MM. 1994. Cryopreservation alters the Ca2+ flux of bovine spermatozoa. Can J Anim Sci 74.
Curry, M.R., 1995. Kriopreservasi of Semen from Domestic Livestocks. In: Cryopreservasi and Freeze-Drying Protocol. Humana Press Inc., Totowa, NJ.
Das KK, Rajkonwar CK. 1994. Morphological of acrosome during equilibration  and after freezing of buck semen with raffinosa egg yolk glycerol extenders. Indian Vet J 71.
Deka BC, Rao AR. 1986. Effect of egg yolk levels on quality of frozen buck semen. Indian Vet J 63.
Dhami, A. J. and K.L. Sahni. 1993. Evaluation of different cooling rates, equilibration periods and diluent for effect on deep-freezing, enzyme leakage and fertility of Taurine bull spermatozoa. Theriogenol Schellander, K., J.Peli, F.
Holt, W.V. 2000. Basic Aspect of Frozen Storage of Semen. Anim. Reprod. J Reprod Fert, C on the ultrastructure of ram spermatozoa. 35.
Kumar S, Sahni KL, Mohan G. 1992. Effect of different glycerol and yolk on freezing and storage of buffalo semen in milk, tris and sodium citrate buffers. Buffalo J 2.
Leibo, S.P., A. Martino, S. Kobayashi and J.W. Pollard. 1996. Stage-dependent sensitivity of oocytes and embryos to low temperatures. Anim. Repord.
NIemann, H. 1991. Cryopreservation of ova and embryos from livestock : current status and research needs. Theriogenelogy.
Parks JE, Graham JK. 1992. Effects of cryopreservation procedures on sperm  membranes. Theriogenology 38.
Rall, W. F dan G.M. Fahy, 1985. Vitrification a new approach to embryo cryopreservatio. Theriogenology.
Rall, W.F. 1992. Cryopreservation of oocytes and embryos : methods and application Ani. Repord.
Salamon S, Maxwell WMC. 1995. Frozen storage of ram semen I: processing, freezing, thawing and fertility after cervical insemination. Anim Reprod Sci 37.
Schmoll and G. Brem. 1994. Effect of different cryoprotectans and carbohydrates on freezing of matured and unmatured bovine oocytes. Theriogenology 42.
Sinha S, Deka BC, Tamulu MK, Borgohain BN. 1992. Effect of equilibration period and glycerol level in tris extender on quality of frozen goat semen. Indian Vet J 69.
Suprianata, I. dan F.H. Pasaribu. 1992. In Vitro Fertization, Transfer Embrio dan Pembekuan Embrio. Pusat Antar Universitas, Institut Pertanian Bogor.
Tambing SN, Toelihere MR, Yusuf TL, Sutama IK. 2000. Pengaruh gliserol dalam pengencer Tris terhadap kualitas semen beku kambing Peranakan Etawah. JITV 5.
Toelihere MR. 1985. Inseminasi Buatan pada Ternak. Bandung: Angkasa. Jones RC, Martin ICA. 1973. The effects of dilution egg yolk and cooling to 50
Toelihere, M.R. 1981. Fisiologi Reproduksi Pada Ternak. Edisi Pertama. Penerbit Angkasa, Bandung-Indonesia.
Tredjo AG, Anaya MJ, Hernandez GM. 1996. Effect of egg yolk concentration and the cooling rates on the sperm motility and acrosomal integrity of frozen caprine semen. Di dalam: Proc. VI International Conference on Goats, Beijing, 6-11 Mei 1996.
Viswanath R, Shannon P. 2000. Storage of bovine semen in liquid frozen state. Anim Reprod.
Watson PF. 1995. Recent developments and concepts in the cryopreservation of spermatozoa and assesment of their post-thawing function. Reprod Fertil Dev 7.
Watson, P.F. 2000. The Causes of reduced fertility with cryopreserved semen. Anim. Reprod.
Weitze, K.F. and R. Petzoldt. 1992. Preservation of semen. Anim. Repord.
White IG. 1993. Lipids and calcium uptake of sperm in relation to cold shock and preservation. A review. Reprod Fertil Dev 5.
Read more
 
vetshop online © 2010 | Designed by Blogger Hacks | Blogger Template by ColorizeTemplates | Brought to you by Cyber Template