• Ea eam labores imperdiet, apeirian democritum ei nam, doming neglegentur ad vis. Ne malorum ceteros feugait quo, ius ea liber offendit placerat, est habemus aliquyam legendos id.
  • Ea eam labores imperdiet, apeirian democritum ei nam, doming neglegentur ad vis. Ne malorum ceteros feugait quo, ius ea liber offendit placerat, est habemus aliquyam legendos id.
  • Ea eam labores imperdiet, apeirian democritum ei nam, doming neglegentur ad vis. Ne malorum ceteros feugait quo, ius ea liber offendit placerat, est habemus aliquyam legendos id.

0 Tips Memelihara Anak Kucing

Sunday, July 17, 2011


Kitten

  1. Pemberian nama anak kucing yang baru anda miliki memerlukan sebuah nama, dikarenakan kucing tidak bisa mengerti kata kata yang panjang maka carilah sebuah nama untuk kucing baru anda yang singkat dan mudah d ingat. 
  2. Identifikasi setiap tahun, ada banyak kucing yang hilang, jadi berilah identifikasi pada kucing anda berupa kalung yang bisa menunjukkan kepemilikan dan alamat anda. 
  3. Grooming ( perawatan tubuh ) pada mulanya kucing akan takut pada saat akan d mandikan, di karenakan kucing takut denan air, tetapi dengan berjalannya waktu akan terbiasa. bila anda tidak sempat dan mampu untuk melalukan grooming pada kucing anda, anda dapat menyerehkan pada PET SHOP yang memberikan jasa grooming. 
  4. Perawatan bulu pada kucing kecil atau kucing pada umumnya perawatan bulu amatlah penting, d karenakan kucing setiap hari mempunyai sedikitnya 20 bulu mati (rontok) olehkarena itu lakukan perawatan dengan cara menyisir bulu kucing anda setiap hari dengan sisir khusus kucing yang dapat anda peroleh d PET SHOP sekitar anda. 
  5. Makanan dan Minuman makan dan minum merupakan faktor utama yang berpenran penting pada keberhasilan anda memelihara kucing, gunakan makanan khusus kucing kecil ( kitten ) u umur sd 12 bulan dan setelah itu gunakan makan kucing u dewasa u kucing umur 12 bulan ke atas. pemberian makan dapat d lakukan 2x sd 4x sehari tergantung porsi yang anda berikan, untuk minum ksediakan air bersih masak setiap hari, jangan sampai terlambat di karenakan metabolisme kucing dapat terganggu seandainya kekurangan air minum. 
  6. Mainan kucing merupakan hewan yang aktif dan gemar bermain. sediakan mainan kesukaan kucing semisal: bola, tikus - tikusan dan lain sebagainya agar kucing anda tidak merasa bosan. 
  7. Kandang bagi anda yang mempunyai aktifitas di luar rumah yang padat amat d sarankan agar memasukkan kucing anda d dalam kandang dengan catatan kandang harus nyaman dan segala kebutuhan kucing kesayangan anda tersedia di dalamnya, tetapi pada dasarnya kucing senang dengan tempat yang luas dan nyaman. 8.Bak pasir untuk buang air besar maupun kecil kucing membutuhkan tempat khusus yang sering di sebut dengan litter tray yaitu sebuah tempat yang berisi pasir khusus yang dapat menyerap urin dan kotoran padat kucing anda.
Read more

0 Penyakit Bakterial Unggas

Wednesday, July 6, 2011
1. CHRONIC RESPIRATORY DISEASE (CRD)
Chronic Respiratory Disease (CRD) atau penyakit pernafasan menahun merupakan penyakit menular pada unggas dan menyebabkan kerugian ekonomi cukup tinggi karena terjadi penurunan produksi telur dan kualitas karkas dan biaya yang dikeluarkan untuk pengobatan menjadi tinggi.
Etiologi
CRD disebabkan oleh Mycoplasma gallisepticum dari family Mycoplastaceae. Beberapa strain Mycoplasma gallisepticum yang diketahui seperti strain R merupakan strain patogenik yang biasa digunakan untuk bakteri tantang. Strain F diketahui juga patogenik, tetapi lesi radang kantong hawa (air sacculitis) yang disebabkan oleh strain R lebih hebat dibandingkan F.
Bakteri ini termasuk gram negatif, bentuk kokoid dan berukuran 0,25-0,5 um.
Epidemiologi:
Distribusi Geografis
Penyakit ini pertama kali dilaporkan di Inggris sebagai epizootic pneumoenteritis atau infectious sinusitis pada kalkun tahun 1938 dan pada tahun 1943 agen penyebab CRD pada ayam dan kalkun telah berhasil diisolasi. Dalam beberapa tahun CRD menyebar di beberapa Negara seperti Australia, Inggris, Jepang, India, Yugoslavia, Prancis dan Negara lain di kawasan Asia. Di Indonesia tersebar hamper di seluruh daerah dan bersifat endemik.
Jenis Unggas Terserang
CRD utamanya menyerang ayam dan kalkun. Bakteri penyebab CRD juga pernah diisolasi dari burung liar, itik dan angsa.
Cara Penularan
Penyakit ini ditularkan secara langsung, melalui udara dan debu, peralatan kandang tercemar. Penularan vertical melalui telur dapat terjadi.
Morbiditas dan Mortalitas
Morbiditas dan mortalitas bervariasi. Morbiditas pada ayam tinggi dan dapat menyerang semua ayam dalam satu flok, tetapi mortalitas bervariasi. Serangan penyakit lebih hebat pada kelompok muda dan waktu musim dingin. CRD umumnya berjalan kronis dan sering diikuti oleh infeksi lain seperti ND, IB dan E. coli.
Mortalitas pada ayam dewasa rendah, tetapi dapat menyebabkan penurunan produksi. Ayam broiler mortalitas rendah, tetapi jika ada komplikasi penyakit lain mortalitas dapat mencapai 50 %.
Gejala Klinis
Pada ayam gejala klinis yang menonjol adalah gejala pernafasan ditandai dengan leleran hidung, batuk, konsumsi pakan dan berat badan menurun. Ayam petelur terjadi penurunan produksi telur sampai pada tingkat terendah. Gejala lebih hebat pada ayam broiler terjadi pada umur 4 dan 8 minggu.
Pada kalkun terjadi pembengkakan pada sinus paranasal, leleran mata dan kelopak mata tertutup rapat akibat pembengkakan sinus kepala.
Diagnosa
Ayam yang terserang oleh strain MG variant tidak mudah didiagnosa berdasarkan gejala klinis, serologi atau kultur dan sering tidak dikenal dalam periode yang lama. Morfologi kuman dapat diperiksa dengan pemeriksaan mikroskopis. Kuman dapat dideteksi dengan uji AGP, imunoperoxidase, FAT dan PCR.
Antibodi dapat dideteksi dengan uji HI, serum plat agglutination (SPA) dan ELISA.
Diagnosa Banding
CRD sering dikelirukan dengan beberapa penyakit seperti ND, Swollen Head Syndrome (SHS), Infectious Bronchitis (IB) atau Infectious Coryza.
Pencegahan dan Pemberantasan
Ayam yang sakit dipisah dan telur dari flok tertular di rendam dengan larutan antibiotik. Telur dihangatkan pada suhu 37,8 °C dan dioleskan larutan antibiotic (tilosin) atau eritromisin (40-1000 rpm) selama 15-20 menit.
Pengobatan dengan antibiotik, seperti streptomisin, oksitetrasiklin, klortetrasiklin, eritromisin, spiramisin, tilosin, linkomisin dan spektinomisin.
Tindakan pencegahan dengan vaksinasi, menggunakan vaksin CRD inaktif menggunakan bakterin dalam minyak emulsi.

2. TUBERKULOSIS
Tuberkulosis merupakan penyakit kronis yang sangat menular pada unggas dan menyerang berbagai jenis unggas termasuk burung liar.
Etiologi
Tuberkulosis disebabkan oleh Mycobacterium avium (AT), termasuk bakteri gram positif, berbentuk batang atau bengkok dengan ukuran panjang 1-3 um, tidak berspora dan non motil. Terdiri dari serotype 1, 2 dan 3 yang virulen pada ayam, sedangkan serotype 4-20 (M. intracellulare) tidak virulen pada ayam tetapi virulen pada manusia.
Epidemiologi:
Distribusi Geografis
TuberKulosis ayam tersebar luas di beberapa Negara, seperti Amerika Serikat, Kanada, Brasil, Uruguay, Venezuela dan Argentina, Inggris, Jerman, Afrika Selatan, Kenya dan Rhodesia.
Jenis Unggas Terserang
Semua jenis unggas dapat tertular M. avium, tetapi yang paling peka adalah unggas peliharaan seperti ayam, itik, angsa, kalkun, merak dan merpati. Ungas liar jarang terserang. Burung liar seperti kakatua, nuri, gelatik, gagak dan jalak pernah dilaporkan.
Berbagai jenis mamalia juga dilaporkan seperti babi, domba, kelinci, musang, hamster, rusa, sapi, sedangkan manusia, kera, kuda, marmot, anjing dan kucing termasuk tahan terhadap infeksi penyakit ini.
Cara Penularan
Penyakit ini ditularkan melalui tinja tercemar bakteri. Bakteri dapat berasal dari lesi tuberkulosus usus atau hati dan mukosa kantung empedu. Penularan juga dapat terjadi melalui pernafasan. Bakteri yang tahan hidup dalam tanah atau alas kandang dalam jangka waktu lama merupakan sumber penularan yang penting.
Penyakit ini juga dapat ditularkan melalui telur.
Gejala Klinis
Ayam terserang ditandai dengan depresi, nafsu makan lama-kelamaan turun, ayam kurus (atrofi) dengan tulang dada menonjol. Bulu-bulu tampak kusam, jengger dan pial terlihat pucat dan lebih tipis dari normalnya kadang-kadang terlihat kebiruan atau ikterus.
Salah satu kaki tampak lemah dan posisi tubuh seperti tertunduk. Sayap terlihat seperti menggantung karena bakteri menyerang persendian dan mengakibatkan kelumpuhan. Terjadi diare dan ayam dapat mati setelah sakit beberapa lama atau kematian mendadak dapat terjadi jika kerusakan hebat pada hati dan limpa.
Diagnosa
Penyakit dapat didiagnosa berdasarkan epidemiologis, gejala klinis, patologis dan isolasi bakteri. Pemeriksaan dengan mikroskop membantu diagnose. Isolasi bakteri dilakukan pada media khusus yang selanjutnya diidentifikasi dengan uji serologis untuk memastikan bakteri penyebab penyakit. Uji serologis yang biasanya digunakan adalah uji aglutinasi cepat dan ELISA.
Diagnosa Banding
Beberapa penyakit yang mempunyai gejala klinis atau perubahan patologis sangat mirip dengan tuberculosis adalah fowl cholera dan fowl typhoid.
Pencegahan dan Pemberantasan
Ayam sakit dimusnahkan dengan dibakar atau dikubur yang dalam. Kandang dan peralatan tercemar didesinfeksi dan pengosongan kandang dalam jangka waktu yang lama.
Pengobatan tidak efisien karena memerlukan waktu pengobatan selama 18 bulan. Beberapa jenis obat yang pernah digunakan seperti isoniazid (30 mg/kg), ethambutol (30 mg/kg) dan rrifampicin (45 mg/kg).

3. PENYAKIT PULLORUM
Nama lain: Salmonellosis. Merupakan penyakit menular pada ayam dan bersifat zoonosis.
Etiologi
Penyakit Pullorum disebabkan oleh Salmonella pullorum dari family Enterobacteriaceae. Termasuk bakteri gram negative, anaerob fakultatif, non motil, tidak kromogenik dan tidak berspora. Bentuk batang silinder panjang dengan ujung sedikit bulat dan berukuran 0,3-0,5 x 1-2,5 um.
Epidemiologi;
Distribusi Geografis
Penyakit ini pertama kali dilaporkan sebagai penyakit septicemia yang mematikan pada anak ayam oleh Rettger pada tahun 1899. Kemudian disebut penyakit diare putih atau bacillary white diarrhea dan kemudian disepakati sebagai penyakit Pullorum. Penyakit ini tersebar luas di dunia.
Jenis Unggas Terserang
Yang paling peka terhadap penyakit ini adalah ayam, disamping jenis unggas lainnya seperti kalkun, itik, ayam mutiara, kuau, puyuh, jalak, nuri dan jenis burung liar dapat tertular. Kelompok umur yang paling banyak terserang dan kematian paling tinggi adalah umur 2-3 minggu. Ketahanan terhadap penyakit mulai meningkat dimulai pada umur 5-10 hari dengan meningkatnya limfosit darah dan suhu tubuh.
Mamalia dapat tertular secara alami atau injeksi percobaan seperti simpanse, kelinci, marmut, babi, kucing, anjing, serigala, pedet, dan tikus liar.
Cara Penularan
Penularan utama melalui telur. Infeksi ovum terjadi saat ovulasi dan bakteri masuk melalui kulit telur. Penularan penyakit selama periode menetas dari ayam tertular kepada ayam sehat menyebabkan penyebaran penyakit yang hebat dan hanya dapat dikendalikan melalui fungsi mesin tetas.
Penularan juga dapat ditularkan melalui ayam-ayam kanibal, telur yang pecah dan kemudian dimakan atau melalui luka.
Morbiditas dan Mortalitas
Morbiditas dan mortalitas bervariasi, tergantung umur, strain ayam, nutrisi, menejemen flok dan sifat penularan.
Mortalitas bervariasi dan pada kasus wabah dapat mencapai 100 %. Puncak kematian terjadi pada minggu kedua atau ketiga dari umurnya.
Gejala Klinis
Anak-anak ayam terserang ditandai dengan kelemahan, nafsu makan menurun, ngantuk, diare putih kapur dan bulu-bulu di daerah kloaka dan perut menjadi kotor, sesak nafas dan megap-megap. Sayap terlihat menggantung dan kematian mendadak.
Ayam yang sembuh pertumbuhannya kerdil dan bulu sangat kotor. Terjadi pembengkakan sendi kaki tibiotarsal dan humeroradial dan persendian ulnaris. Produksi, fertilitas dan daya tetas telur menurun.
Diagnosa
Sejarah dan gejala klinis penyakit mempunyai nilai diagnostic yang rendah. Diagnosa pasti dapat dilakukan isolasi dan identifikasi bakteri dan uji serologis.
Diagnosa Banding
Gejala dan lesi patologis sangat mirip dengan penyakit yang disebabkan oleh Salmonella lainnya. Aspergillus dan jamur lainnya dapat menghasilkan lesi yang sama pada paru-paru atau lesi pada persendian sangat mirip dengan infeksi Mycoplasma synoviae dan agen infeksius lainnya.
Infeksi local pada pericardium dan ovarium sama dengan lesi oleh bakteri lain seperti coliform, Staphylococcus, Mikrococci dan Salmonella.
Pencegahan dan Pemberantasan
Ayam sakit dimusnahkan. Pengobatan dilakukan dengan pemberian preparat sulfa seperti sulfadiazine dan sulfamerasin.

4. INFECTIOUS CORYZA
Nama lain: Snot
Etiologi
Penyebab penyakit adalah bakteri Haemophilus paragallinarum. Termasuk bakteri gram negative dan non motil, bentuk batang pendek dan berukuran 1-3 x 0,4-0,8 um. Bakteri yang ganas mempunyai kapsul dan mengalami degenerasi dalam waktu 48-60 jam, dalam bentuk fragmen dan bentuk yang tidak teratur.
Serotipe yang diketahui yaitu serovar A, B dan C. strain Modesto (M) termasuk serovar C. ketiga strain tersebut ada yang menguraikan sebagai serovar I, II, dan III, tetapi menurut penelitian trakhir bahwa serovar II dan III merupakan varian dari serovar I.
Patogenesa
Ada 3 jenis antigen dalam bakteri ini yaitu lipopolisakarida yang diisolasi dari cairan supernatant biakan dari strain serovar A dan C. antigen polisakarida yang diisolasi dari strain serovar A dan C yang menyebabkan hidropericardium pada ayam. Antigenketiga adalah asam hialuronik mengandung kapsul yang menyebabkan gejala coryza.
Epidemiologi:
Distribusi Geografis
Penyakit ini pertama kali dilaporkan oleh Beach pada tahun 1920 dan berhasil diisolasi pada tahun 1931 yang diberi nama Bacillus hemoglobinophilus coryzae gallinarum. Penyakit ini bersifat endemic di dunia. Di Indonesia ditemukan tersebar luas dan endemic.
Jenis Unggas Terserang
Ayam menjadi hospes utama penyakit ini. Unggas lainnya juga terserang seperti kuau, ayam mutiara, dan puyuh. Sedangkan kalkun, itik, burung merpati, gelatik dan gagak relative tahan.
Semua umur ayam dapat terserang, umur 4 minggu sampai 3 tahun peka. Anak ayam berumur 3-7 hari dilaporkan tahan penyakit karena adanya antibody maternal.
Cara Penularan
Penyakit ditularkan melalui kontak langsung antara hewan sakit dengan yang sehat. Unggas sehat dan yang terinfeksi kronis serta burung liar dapat bertindak sebagai pembawa penyakit. Penyakit umumnya terjadi pada musim hujan dan musim dingin.
Morbiditas dan Mortalitas
Tingkat morbiditas tinggi sedangkan mortalitas rendah. Jika ada komplikasi penyakit lain seperti cacar ayam, CRD, IB, kolera unggas dan ILT mortalitas menjadi tinggi.
Gejala Klinis
Masa inkubasi tidak diketahui dengan pasti. Secara percobaan berlangsung 24-48 jam setelah infeksi atau intra sinus dengan biakan bakteri atau eksudat. Lama berlangsungnya penyakit tergantung dari inokulum dan keganasan bakteri.
Ayam terserang ditandai dengan gejala pernafasan yaitu keluarnya cairan bersifat encer sampai berlendir, bersin-bersin, sinus kepala bengkak, selaput lender mata meradang atau mata membengkak. Jengger bengkak, diare, nafsu makan dan minum menurun.
Diagnosa
Penyakit didiagnosa berdasarkan epidemiologi, gejala klinis, patologi, isolasi dan identifikasi penyakit. Berbagai uji serologis dapat digunakan seperti aglutinasi tabung atau plat, AGP dan HI. Dengan AGP dapat mendeteksi antibodi 2 minggu pascainfeksi atau pascavaksinasi kurang lebih 11 minggu.
Diagnosa Banding
Penyakit ini dapat dikelirukan dengan beberapa penyakit seperti ND, CAA, IB, CRD, kolera unggas kronis, cacar unggas, defisiensi vitamin A yang mempunyai gejala klinis yang mirip dengan coryza.
Pencegahan dan Pemberantasan
Ayam yang sakit dapat diobati dengan preparat sulfonamide dan antibiotika seperti eritromisin dan oksitetrasiklin. Obat dalam bentuk campuran efektif dalam pengobatan penyakit seperti Sulfachloropyrazine-sulfadimidine, klortetrasiklin-sulfodimektosin, sulfakloropiridazin-trimetroprim, miporamisin dan esafloxacin.
Tindakan pencegahan yang paling efektif yaitu melakukan vaksinasi. Ayam divaksinasi pada umur 10 dan 20 minggu melalui suntikan intramuskuler. Belakangan ini telah dikembangkan vaksin snot yang dikembangkan dengan vaksin IB dan ND inaktif.

5. PASTEURELLOSIS
Nama lain: Fowl Cholera, Avian Haemorrhagic Septicemia, Avian Cholera atau Penyakit Kolera Unggas.
Etiologi
Penyebab penyakit adalah Pasteurella moltocida. Termasuk bakteri gram negative, bentuk batang, non motil dan tidak membentuk spora. Bakteri ini mempunyai serotype somatic yang bervariasi dan serogrup bipolar. Ada 16 serotipe somatic (serotype 1-16) dan 4 serogrup kapsuler (A, B, D dan F) diantaranya diisolasi dari hospes unggas. Namun dari karakter antigenik dan virulensinya ditemukan A:1, A:3, dan B:4.
Epidemiologi:
Distribusi Geografis
Penyakit ini dilaporkan sejak pertengahan tahun 1800 di Eropa dan istilah fowl cholera pertama kali dilaporkan oleh Mailet tahun 1838, haemorrhagic septicemia oleh Huppe tahun 1886 dan avian pasteurellosis oleh Lignieres pada tahun 1900. Sejak itu pula penyakit ini dilaporkan di beberapa Negara seperti Italia, India, Rusia, Amerika Serikat dan beberapa Negara lainnya kejadian penyakit bersifat sporadik dan endemik.
Jenis Unggas Terserang
Hampir semua jenis unggas terserang, seperti ayam, itik, kalkun, angsa dan burung liar lainnya serta menyerang semua kelompok umur.
Morbiditas dan Mortalitas
Tingkat morbiditas dan mortalitas tinggi. Dalam satu kelompok unggas terserang tingkat mortalitas bervariasi, pada ayam mencapai 20 %, itik 50 % dan kalkun 17-68 %.
Gejala Klinis
Gejala klinis penyakit ada 2 bentuk yaitu akut dan kronis.
Bentuk akut ditandai dengan perjalanan penyakit singkat hanya beberapa jam sebelum terjadi kematian. Gejala yang tampak yaitu demam, anoreksia, bulu kusam, dari mulut keluar cairan berlendir, diare dan tinja putih kapur kadang-kadang kehijauan berlendir. Frekuensi pernafasan meningkat. Kulit di sekitar kepala tampak kebiruan dan terjadi pembengkakan pada jengger dan pial.
Bentuk kronis terjadi akibat infeksi pasteurellosis yang tidak ganas. Gejala yang terlihat berupa pembengkakan pada jengger, pial, sinus, sendi kaki atau sayap. Terdapat tanda tortikolis, sesak nafas akibat infeksi saluran pernafasan.
Diagnosa
Penyakit dapat didiagnosa berdasarkan epidemiologi, gejala klinis, patologis, isolasi dan identifikasi penyebab. Koloni bakteri dapat diperiksa menggunakan mikroskop, sedangkan identifikasi dilakukan dengan uji aglutinasi cepat menggunakan antiserum pasteurella multocida. Serotype somatic dari bakteri dapat dideteksi dengan AGP berdasarkan atas variasi antigenic di dalam komponen polisakarida.
Diagnosa Banding
Penyakit ini mempunyai gejala klinis yang sangat mirip dengan beberapa penyakit seperti ND, CRD, Snot dan Aspergillosis.
Pencegahan dan Pemberantasan
Unggas yang sakit disingkirkan dari kelompok. Pengobatan dilakukan dengan memberikan antibiotik, seperti streptomisin, penicillin atau penicillin dan streptomisin (penstrep), oksitetrasiklin dan khloramfenikol. Novobiosin atau preparat sulfonamide dapat diberikan bersama pakan atau air minum.
Tindakan pencegahan adalah vaksinasi menggunakan vaksin aktif atau vaksin inaktif.

6. KOLIBASILOSIS
Etiologi
Kolibasilosis disebabkan oleh Escherichia coli. Termasuk bakteri gram negatif. Bakteri ini berbentuk basilus, tidak berspora, beberapa atrain motil dan mempunyai flagella peritrichous serat berukuran 2-3 x 0,6 um.
Berbagai serotipe E. coli telah diketahui dan serotype antigen telah diklasifikasi sebagai antigen somatik (154 O), antigen kapsul (89 K) dan O2:K1.
Patogenesa
Bakteri E. coli menginfeksi saluran pernafasan biasanya bersama-sama dengan berbagai infeksi lain seperti IB, ND, SHS atau CRD. kerusakan yang terjadi pada saluran pernafasan akan sangat peka masuknya E. coli.
Ayam-ayam umur 12-16 minggu yang diinfeksi dengan Mycoplasma menjadi lebih peka terhadap E. coli dan kepekaannya berlangsung 30 hari. Demikian pula jika ada infeksi virus IB, ND dan CRD. kepekaannya lebih cepat dan berlangsung lama, seperti infeksi gabungan IB dan E. coli menyebabkan gejala klinis dan pertumbuhan patologis lebih hebat dibandingkan dengan infeksi tunggal.
Epidemiologi:
Distribusi Geografis
Penyakit ini tersebar luas di dunia, termasuk di Indonesia.
Jenis Unggas Terserang
Penyakit ini menyerang semua jenis unggas seperti ayam, kalkun dan itik.
Cara Penularan
Sumber penularan yang paling potensial adalah air minum, makanan ayam dan telur yang tercemar tinja, dan debu kandang. Bakteri ini dapat bertahan dalam waktu lama terutama dalam keadaan kering dan dapat menurun 84-97 % dalam waktu 7 hari setelah debu tersebut basah oleh air.
Morbiditas dan Mortalitas
Pada flok individual yang terserang kolibasilosis, tingkat mortalitas dapat mencapai 75 %.
Gejala Klinis
Ayam-ayam terserang ditandai dengan gejala lesu, kurus, berak encer berwarna kuning.
Diagnosa
Penyakit ini dapat didiagnosa berdasarkan epidemiologi, gejala klinis, patologi, isolasi dan identifikasi penyebab.
Isolasi bakteri pada media eosin methylene blue (EMB), MacConkey atau agar tergitol 7 atau media non inhibitor. Antibody terhadap E. coli dapat dideteksi dengan uji hemaglutinasi indirek (IHT) dan ELISA.
Diagnosa Banding
Beberapa penyakit mempunyai gejala atau perubahan patologis yang sangat mirip, seperti sinovitis-artritis, mikoplasma, stapylokokus, salmonella dan organism lainnya.
Perikarditis juga disebabkan oleh Chlamydia. Peritonitis kadang-kadang dapat disebabkan oleh Pasteurella dan Streptococci.
Pencegahan dan Pemberantasan
E. coli sangat peka terhadap antibiotic. Beberapa antibiotic yang efektif untuk mencegah dan mengobati penyakit ini seperti amfisilin, kloramfenikol, klortetrasiklin, neomisin, nitrofuran, gentamisin, streptomisin, asam nalidixic, polimiksin B dan preparat sulfa. Pemberian vitamin juga diperlukan untuk mengurangi stress.
Tindakan pencegahan berupa vaksinasi menggunakan vaksin aktif serotype O2:K1 dan O78:K80. Vaksin inaktif O78 dapat diberikan pula dan diuji cobakann pada itik dilaporkan memberikan kekebalan.

7. ORNITHOSIS
Nama lain: Chlamidiosis.
Etiologi
Ornithosis disebabkan oleh Chlamydia psittaci dari family Chlamydiaceae. Merupakan bakteri intraseluler obligat pada sel hospes eukaryotic. Materi genetic tersusun atas molekul DNA dengan berat molekul 6,6 x 10 pangkat 8.
Epidemiologi
Distribusi geografis
Penyakit ini dilaporkan bersifat endemic di Amerika Serikat sejak tahun 1960-1987, kemudian penyakit dilaporkan juga di Ceko dan Slowakia serta Negara-negara lainnya.
Jenis Unggas Terserang
Penyakit ini menyerang kalkun dan itik. Ayam, kuau dan merpati relatif tahan dan hanya ditemukan secara serologis.
Cara penularan
Penyakit ditularkan melalui pernafasan dan melalui tinja. Infeksi dapat juga terjadi secara kontak langsung. Peranan arthropoda dalam penularan penyakit masih dalam dugaan, meskipun ditemukan Chlamydia dalam kutu yang berasal dari sarang kalkun.
Morbiditas dan Mortalitas
Unggas terserang Chlamydia yang ganas, tingkat morbiditas mencapai 50-80 % dan mortalitas 10-30 %, sedangkan yang kurang ganas tingkat morbiditas 5-20 % dan mortalitas 1-4 %.
Gejala Klinis
Masa inkubasi penyakit bervariasi tegantung dari jumlah Chlamydia yang dihirup dan keganasan strain yang menginfeksi, lingkungan dan umur terserang.
Unggas terserang ditandai menurunnya nafsu makan, konjungtivitis, rhinitis disertai dengan leleran dari hidung dan muut yang berwarna kuning hijau. Bulu-bulu di sekitar leher menjadi kotor karena eksudat, sesak nafas, diare dan tinja kehijauan. Unggus menjadi kurus dan konvulsi. Produksi telur turun drastic, dari 60 % menjadi 10-20 %.
Diagnosa
Penyakit ini didiagnosa berdasarkan epidemiologi, gejala klinis, patologis, isolasi dan identifikasi. Isolasi pada telur ayam berembrio melalui selaput kuning telur dan biakan sel atau pada tikus putih melalui intraperitoneal.
Identifikasi organism menggunakan mikroskop, sedangkan pemeriksaan serologis dengan uji ELISA dan CFT.
Diagnosa Banding
Penyakit ini dapat dikelirukan dengan berbagai penyakit seperti Pasteurellosis, Kolibasilosis dan Avian Influenza.
Pencegahan dan Pemberantasan
Pengobatan dapat dilakukan dengan oksitetrasiklin 400 g/ton pellet pakan. Tindakan pencegahan dengan vaksinasi, tetapi vaksin komersial belum tersedia.

8. ASPERGILLOSIS
Etiologi
Aspergillosis disebabkan oleh jamur Aspergillus fumigatus dan flavus. Spesies jamur lain yang dapat menyebabkan penyakit adalah Aspergillus terrus, A. glaucus, A. nidulans, A. niger, A. amstelodami dan A. nigrescen.
Patogenesa
Aspergillus sp dapat mengeluarkan aflatoksin yang sangat pathogen pada ayam. Ayam yang diekspos konidia A. fumigates menyebabkan kematian sampai 50 %.
Epidemiologi:
Distribusi Geografis
Aspergillosis pada unggas telah dikenal hampir 2 abad yang lalu, yaitu ditemukan pada jenis unggas liar seperti itik, angsa, burung onklet. Aspergillus fumigates pertama kali dilaporkan pada paru-paru kalkun liar (Otis tardaga) pada tahun 1863.
Jenis Unggas Terserang
Semua jenis unggas termasuk burung liar peka terhadap Aspergillosis, seperti ayam, itik, angsa dan burung onklet, kalkun, burung kakatua, nuri,dan beo.
Cara Penularan
Aspergillosis ditularkan melalui udara, kandang atau alas kandang tercemar. Dilaporkan bahwa alas kandang sering menjadi sumber konidia Aspergillus. Penularan lewat udara di dalam mesin tetas pernah dilaporkan.
Penularan melalui telur dapat terjadi, secara percobaan telur-telur yang diinkubasi dengan suspense jelly petroleum mengandung konidia A. fumigates dan infeksi meningkat apabila telur diinkubasi dalam incubator dicemari dengan konidia A. fumigates dan dalam waktu 8 hari inkubasi telah terjadi penetrasi jamur melalui kulit telur.
Morbiditas dan Mortalitas
Aspergillosis akut sering menyebabkan wabah pada anak ayam dengan tingkat morbiditas dan mortalitas tinggi, sedangkan aspergillosis kronis terjadi pada unggas dewasa dengan tingkat morbiditas dan mortalitas rendah. Pada kalkun mortalitas dapat mencapai 50 %.
Gejala Klinis
Unggas terserang ditandai dengan gejala sesak nafas, nafas megap-megap, nafsu makan menurun, lemah dan pada stadium akhir penyakit terjadi diare. Dari hidung dan mukosa mata keluar cairan berlendir. Beberapa unggas dalam waktu 24 jam menunjukkan gejala konvulsi dan tortikolis yang terjadi pada beberapa jenis unggas seperti ayam, kalkun dan angsa.
Diagnosa
Aspergillosis mudah didiagnosa berdasarkan pemeriksaan patologis yang ditandai dengan nodul caseous atau plak pada kantong hawa atau paru-paru unggas terserang. Jamur mudah diperiksa di bawah mikroskop biasa setelah potongan kecil dari nodul diteteskan larutan KOH 20 %.
Pemeriksaan melalui uji serologis AGP, ELISA diperlukan untuk mengidentifikasi jamur. Dengan AGP jamur dapat dibedakan berdasarkan garis presipitasi yang dihasilkan. Aspergillus fumigates menghasilkan garis presipitasi sedangkan A. flavus tidak menghasilkan garis presipitasi.
Pencegahan dan Pemberantasan
Aspergillosis dapat dikendalikan dengan sanitasi kandang yang baik. Kandang harus dibersihkan atau didesinfeksi secara rutin. Untuk mencegah penularan dalam kelompok unggas maka air minum ditambahkan larutan copper sulphate 1:2000, nystatin atau hamycin atau mikonazol untuk mencegah gejala klinis aspergillosis. Infeksi pada embrio ayam dapat dicegah dengan amfoterisin B atau fenil merkuri di-naftilmetane disulfonat.
Untuk pencegahan dianjurkan untuk melakukan vaksinasi, tetapi vaksin komersial belum tersedia. Vaksinasi pada kalkun pernah diuji cobakan menggunakan vaksin aspergillosis yang disiapkan dari konidia dan hasilnya dapat mencegah kematian hamper 50 % dan kebal setelah ditantang dengan konidia Aspergillus fumigates.

9. KANDIDIASIS
Kandidiasis merupakan penyakit jamur menular pada saluran pencernaan unggas yang ditandai dengan pertumbuhan yang terhambat atau kerdil.
Etiologi
Candidiasis disebabkan oleh Candida albican. Jamur ini mempunyai ukuran 5,5 x 3,5 u. jamur tumbuh baik pada medium Saboroud agar dan menghasilkan koloni krem, dan putih setelah diinkubasi selama 24-48 jam pada suhu 37 °C. organisme menghasilkan asam dan gas pada dextrosa, levulosa, maltosa dan mannosa serta menghasilkan sedikit asam pada galaktosa dan sukrosa.
Epidemiologi:
Distribusi Geografis
Kandidiasis tersebar luas di dunia, terutama di Negara-negara tropis.
Jenis Unggas Terserang
Kandidiasis menyerang semua jenis unggas seperti ayam, kalkun, kuau, angsa, merpati, puyuh, merak dan parkit. Unggas yang terserang dan yang paling peka adalah unggas muda.
Gejala Klinis
Gejala klinis umumnya tidak spesifik. Unggas terserang ditandai dengan gejala kerdil, bulu kusam dan lesu.
Diagnosa
Penyakit ini agak sulit didiagnosa karena gejala klinis dan perubahan patologis anatomis tidak mencolok. Namun dari pemeriksaan histopatologis dapat diperlihatkan perubahan jaringan, spora dan hipe C. albican dapat ditemukan pada lesi. Melalui pemupukan pada agar Saboroud diperoleh pertumbuhan murni dari Candida yang selanjutnya dapat diperiksa dengan mikroskop biasa.
Diagnosa Banding
Penyakit ini mirip dengan aspergillosis dan hanya dapat dibedakan berdasarkan pemeriksaan morfologi jamur.
Pencegahan dan Pemberantasan
Ayam sakit dipisah dan kandang didesinfeksi dengan formalin 2 % dan NaOH 1 % serta iodine monochloride dalam HCl 3 %.
Pengobatan dilakukan dengan memberikan CuSO4 yang diberikan dalam air minum (1:2000) diberikan setiap minggu. Pemberian nystatin (110 mg/kg makan) dan sodium lauryl sulfate (7,8-25 mg/liter) selama 5 hari dilaporkan efektif mencegah candidiasis.
Read more

0 Kolibasilosis pada ayam

(koliseptisemia)

Kolibasilosis pada ayam adalah penyakit lokal atau sistemik yang sebagian atau seluruhnya disebabkan oleh Escherichia coli, termasuk koliseptisemia, koligranuloma, air sac diseases, avian cellulites, swollen head syndrome, peritonitis, salfingitis, osteomyelitis/synovitis, panophtalmitis dan omphalitis atau infeksi kantong kuning telur (Jogjavet, 2008).

Kolibasilosis disebabkan oleh bakteri Escherichia coli, yang tergolong gram negative, tidak tahan asam, tercat uniform, merupakan basilus yang tidak membentuk spora dan mempunyai ukuran dan bentuk yang bervariasi. E. coli disebut juga “opportune oathogens” oleh karena penyakit yang ditimbulkannya biasanya bersifat sekunder mengikuti stress atau penyakit lainnya (Tabbu, 2000).

E. Coli berbentuk batang pendek, tidak berspora, mempunyai peritichous flagela pada pewarnaan gram negatif. Ukuran dari bakteri ini adalah 0,5-13 µn. bakteri bersifat aerob. Bakteri E. Coli tumbuh pada suhu optimum 370C. tingkat pH optimum untuk pertumbuhannya adalah 7,0-7,5 dengan pH minimum adalah 4,0 dan pH maksimum adalah 9,0. susunan antigen yang penting dalam penentuan serologi E.Coli ada 3 macam yaitu; 164 tipe antigen O (somatik) yang terdiri dari polisakarida, 50 tipe antigen H (flagela) dan 100 tipe antigen K (kapsul), (Bakteriologi Medik, 2003)

Escherichia coli merupakan penghuni normal saluran pencernaan unggas. Adanya Escherichia coli dalam air minum merupakan indikasi adanya pencemaran oleh feses. Dalam saluran pencernaan ayam normal terdapat 10-15% bakteri Escherichia coli patogen dari keseluruhan Escherichia coli (Jogjavet, 2008). Mc Mullin (2004), menyebutkan bahwa infeksi kolibasilosis biasanya terjadi baik melalui peroral atau inhalasi, lewat membran sel/yolk/tali pusat, air, muntahan, dengan masa inkubasi 3-5 hari. Dari beberapa penelitian, sumber infeksi E. Coli pada unggas didapat dari hasil isolasi bakteri pada jantung dan hati baik pada unggas yang sakit maupun yang mati (berkhoff, 2004).

Kemampuan Escherichia coli dalam menimbulkan tingkat keparahan yang tinggi tergantung dari faktor-faktor virulensi yang dimiliki Escherichia coli patogenik. Faktor virulensi inilah yang membedakan antara Escherichia coli patogenik dengan non patogenik. Berbagai penelitian telah dilakukan untuk mengetahui macam-macam faktor virulensi yang dimiliki oleh Escherichia coli patogenik. Beberapa faktor virulensi yang dimiliki Escherichia coli galur APEC (Avian Pathogenic Escherichia Coli) telah teridentifikasi dan diduga berhubungan dengan banyak kasus kolibasilosis (Jogjavet, 2008).

Koliseptisemia merupakan penyakit yang cepat menyebar dan paling umum di peternakan unggas; biasanya mengikuti penyakit seperti CRD (mycoplasmosis), Infekctious Bursal Disease (Gumboro Disease) pada ayam (McMullin, 2004).

Koliseptisemia banyak ditemukan pada ayam muda, terutama umur 4-12 minggu dan banyak dilaporkan pada ayam pedaging. Koliseptisemia terjadi jika Escherichia coli masuk ke dalam sirkulasi darah dan menginfeksi berbagai jaringan melalui lesi pada usus atau saluran pernafasan yang ditimbulkan oleh berbagai sebab. Gejala klinik yang timbul dapat berbentuk gangguan pencernaan dan kadang-kadang gangguan pernafasan. Gejala awal biasanya ditandai oleh penurunan nafsu makan, lalu diikuti oleh kelesuan dan bulu berdiri. Ayam yang sakit akan menunjukkan peningkatan frekuensi nafas dan kadang-kadang bernafas dengan mulut disertai ngorok (Tabbu, 2000).

Gejala yang ditimbulkan pada penyakit ini disebabkan oleh toksin yang dikeluarkan oleh bakteri akibat pertumbuhan dan multiplikasi. Invasi primer terjadi pada system pernapasan dan system gastrointestinal (Sauvani, 2008).

Tabbu (2000) menyatakan diagnosis sangkaan dapat didasarkan atas perubahan patologik. Diagnosis pasti hendaklah dilakukan dengan cara isolasi dan identifikasi bakteri.

Isolasi dari kultur Escherichia coli yang diambil dari darah di jantung, hati, atau lesi khas visceral pada karkas segar yang diindikasi primer atau sekunder kolibasilosis (Jogjavet, 2000). Mc Mullin (2004), menambahkan dari kultur aerob akan didapat koloni 2-5 mm pada plat agar darah (PAD) dan McConkey agar setelah 18 jam, pada kebanyakan strain Escherichia coli akan memfermentasi laktosa dan menghasilkan koloni merah terang pada McConkey agar.

Ø Pengobatan
Berbagai jenis antibiotic dapat dipakai untuk mengobati koliseptisemia dengan hasil yang sangat bervariasi. Jika pengobatan didasarkan atas uji sensitivitas antibiotic, maka hasilnya akan lebih baik oleh karena adanya jenis E. Coli yang resisten terhadap obat-obatan tertentu. Pengobatan pada koliseptisemia yang berlangsung kronis biasanya tidak memberikan hasil yang memuaskan (Tabbu, 2000)

Ø Pencegahan
Praktek manajemen yang ketat sangat diperlukan untuk menanggulangi koli-septisemia. Kualitas pakan, sumber air minum yang bebas bakteri, system perkandangan yang baik, sanitasi/desinfeksi yang ketat, program vaksinasi yang sesuai dengan situasi dan kondisi peternakan dan pengaturan pekerja perlu dijaga ketat. Pencegahan berbagai penyakit pernapasan, pencernaan dan penyakit yang bersifat imunosupresif hendaklah mendapat prioritas utama (Tabbu, 2000).
Read more

0 Penyakit Parasit pada Unggas

Monday, July 4, 2011
1. Penyakit pada Unggas Akibat Parasit Cacing

Penyakit kecacingan disebut juga  helminthiasis akan menyebabkan kerugian secara ekonomis, karena unggas penderita mengalami hambatan pertumbuhan, penurunan produksi telur, berat telur tidak bisa mencapai maksimal dan awal waktu bertelur yang tidak semestinya. Helminthiasis pada unggas disebabkan oleh cacing, yang secara umum terdiri dari tiga klas, yaitu klas  Nematoda,  Trematoda dan  Cestoda.  Penyakit helminthiasis  akibat cacing  Nematoda disebut  Nnematodosis, yang disebabkan Trematoda disebut  Trematodosis dan yang disebabkan oleh Cestoda disebut Cestodosis.  
 1. Nematodosis
Telah banyak dikenal berbagai jenis cacing Nematoda yang menyerang unggas dengan berbagai lokasi penyerangan.  Di bawah ini secara rinci dijelaskan masing-masing jenis Nematoda. 
a. Cacing Mata /Eye Worm (Oxyspirura sp)
Cacing Oxyspirura sp berukuran kira-kira 2 cm, hidup di saccus conjunctiva ,sering menyebabkan conjunctivitis, opthalmitis, dan protrusion membrana nictitans. Cacing jenis ini menyerang berbagai unggas, antara lain ayam, kalkun, merpati, burung-burung liar dan burung-burung dalam sangkar.
b. Syngamus trakhea
Syngamus trakhea hidup di trakhea, kadang-kadang pada bornkhus. Cacing hidup di darah dan menyebabkan trakheitis diffuse atau fokal di tempat menempelnya. Ukuran cacing lebih dari 2 cm. Cacing menyerang berbagai unggas, antara lain ayam, kalkun, dengan gejala-gejala, seperti pernafasan cepat, dyspnoe, head shaking.  
c. Capillaria sp.
Capillaria sp merupakan Nematoda yang menginfeksi crop dan esophagus dan menyebabkan radang mukosa crop dan esophagus. Beberapa cacing memiliki panjang lebih dari 6 cm. Unggas yang diserang antara lain : ayam, kalkun, angsa, itik dan burung- burung dalam sangkar. Gejala yng ditimbulkan berupa anemia dan kelemahan.
d. Dyspharynx, Tetrameres, Cyrnea. 
Dyspharynx, Tetrameres, Cyrnea  merupakan Nematoda yang hidup diproventriculus ayam dan unggas lain. Ukuran dewasa antara 3 – 18 mm, parasit bersembunyi di dalam mukosa dan sering penetrasi ke dalam kelenjar-kelenjar. Gejala yang ditimbulkan, antara lain : diare, kelemahan dan anemia yang diserta dengan ulserasi mukosa, hemorrhagi, nekrosis, pembengkakan mukosa. Cacing ini menyerang berbagai
unggas, antara lain : ayam, kalkun, merpati, puyuh dan itik. Mortalitas paling tinggi terjadi pada merpati, yang biasanya disebabkan oleh  Dyspharynx nasuta. Hospes intermediet cacing ini, antara lain :    
e. Cheilospirura dan Omidostomum. 
Cheilospirura dan Omidostomum menyerang gizzard,  cacing dewasa berukuran antara 1 – 4 cm. Kebanyakan hidup di sebelah dalam gizzrd dan menyebabkan ulserasi dan nekrosis, muskulus gizzard.Kedua cacing menyerang berbagai unggas, antara lain  ayam, kalkun, itik, angsa, maupun puyuh. 
f. Ascaridia sp. 
Banyak spesies  Ascaridia sp yang diketahui menyerang usus halus unggas. Cacing ini meyebabkan enteritis terutama pada unggas muda. Unggas yang diserang antara lain : ayam, kalkun, merpati, puyuh. Siklus hidup cacing ini  bersifat langsung, meskipun bisa juga melalui cacing tanah. Salah satu contoh  spesies yang sering
menyerang ayam adalah Ascaridia galli.  Anak ayam lebih peka terhadap cacing Ascaridia galli  daripada ayam dewasa. White Leghorn lebih peka daripada ayam  ras yang lain. Lewat umur tiga bulan ayam
akan lebih tahan, hal ini berkaitan dengan meningkatnya sel-sel goblet dalam usus. Cacing muda lebih banyak menimbulkan kerusakan pada mukosa usus, karena larva cacing cenderung membenamkan diri pada mukosa sehingga sering menyebabkan perdarahan dan enteritis. Gejala klinis yang terjadi pada infeksi cacing  A. galli tergantung pada tingkat infeksi. Pada infeksi berat akan terjadi  mencret berlendir, selaput lendir pucat,
pertumbuhan terhambat, kekurusan , kelemahan umum dan penurunan produksi telur. Penyakit cacing oleh Ascaridia galli menyebabkan kerugian ekonomi yang cukup besar bagi peternak. Cacing dewasa hidup di saluran pencernaan, apabila dalam jumlah besar maka dapat menyebabkan sumbatan  dalam usus. Penjelasan selanjutnya menyebutkan bahwa kerugian disebabkan oleh karena cacing menghisap sari makanan
dalam usus ayam yang ditumpangi sehingga ayam akan menderita kekurangan gisi. Ascaridi galli mempunyai ciri-ciri berwarna putih, bentuk bulat, tidak bersegmen dan panjang 6 - 13 cm.  Ascaridia galli umumnya yang jantan berukuran lebih besar daripada betina. Pada cacing jantan diameter berukuran 30 - 80 mm, sedangkan pada betina berdiameter 0,5 - 1,2 mm. Gambar .2, memperlihatkan cacing Ascaridia galli. Siklus hidup Ascaridia galli pada ayam berlangsung 35 hari. Telur cacing akan keluar lewat tinja ayam dan menjadi infektif dalam waktu 5 hari pada suhu optimum, yaitu 32 - 340C. Sewaktu ayam sedang makan, telur infektif tertelan yang kemudian menetas di lumen usus. Larva cacing melewati usus pindah ke selaput lendir. Periode perpindahan terjadi antara 10 - 17 hari dalam masa perkembangan. Dalam waktu 35 hari cacing menjadi dewasa dan mulai bertelur. Sesudah cacing menjadi dewasa akan meninggalkan selaput lendir dan tinggal di dalam lumen usus. Ayam yang masih muda paling peka terhadap kerusakan yang disebabkan oleh cacing ini.
 Apabila cacing genus Ascaris yang ditemukan dalam usus halus terlalu banyak, ayam akan menjadi kurus. Hal ini terjadi karena cacing yang memenuhi usus akan menghambat jalannnya makanan, bahkan cacing mengeluarkan zat antienzim yang menyulitkan pencernaan makanan.
g. Heterakis gallinarum
Cacing  Heterakis gallinarum bertanggung jawab terhadap kejadian  blackhead pada ayam, karena ovum cacing bisa mengandung protozoa yang disebut Histomonas meleagridis  yang menyebabkan  blackhead. Cacing berukuran panjang 1,5 cm dan bisa dalam jumlah sangat banyak di sekum, sehingga menyebabkan radang sekum dan nodul- nodul kecil di dinding sekum. Unggas yang diserang antara lain : ayam, kalkun, puyuh, itik, angsa.  

2. Cestodosis
Raillietina spp.
Cestodosis merupakan penyakit cacing pita yang menyerang ayam pada semua umur. Penyebarannya melalui kotoran ayam  yang sakit atau alat-alat yang digunakan. Gejala yang terlihat antara lain lesu,  pucat, kurus dan diikuti dengan sayap yang menggantung serta kondisi yang berangsur-angsur menurun dan selanjutnya diikuti
kematian akibat komplikasi. Cacing Cestoda yang sering hidup pada ayam yaitu Raillietina spp. Infeksi Cestoda memiliki tingkat penyebaran lebih luas daripada infeksi oleh Nematoda dan trematoda. Pada usus ayam buras rata-rata ditemukan 132,27 ekor cacing yang antara lain terdiri dari cacing Cestoda Raillietina spp. Cacing Raillietina spp  tergolong dalam.
phylum Platyhelmintes
Class Cestoidea
Sub Class Cestoda
Ordo  Cyclophyllidea,
Famili Davaineidea
Genus Railietina  
Spesies Raillietina spp. 
Morfologi Raiilietina spp Terdapat 3 spesies cacing Raillietina spp, yaitu Raillietna tetragona, Raillietina
echinobothrida dan Raillietina cesticillus. Di bawah ini secara rinci morfologi masing-masing spesies cacing Raiilietina spp diterangkan.  
a. Raiilietina tetragona 
Raiilietina tetragona merupakan cacing pita ayam yang terpanjang, mencapai 25 cm dan lebar proglottidnya 1 - 4 mm. Lebar skoleksnya 175 - 350 mikron dan memiliki rostellum yang diameternya 200 - 300 mikron.  Pada rostellumnya terdapat 2 atau 3 barisan yang terdiri dari 90 - 120 duri yang panjangnya 6 - 8 mikron. Alat penghisapnya juga dilengkapi dengan 8 - 12 baris duri yang panjangnya 3 - 8 mikron. Lubang
kelaminnya biasanya unilateral, kadang-kadang saja berselang seling tak teratur, letaknya di depan tengah-tengah sisi proglottid yang matang. Terdapat 18 - 32 testes pada setiap ruas. uterus berisi kapsul yang masing-maisng mengandung 6 - 12 telur yang berukuran 25 - 50 mikron (Soulsby, 1982). Kantong sirrusnya kecil, dengan panjang 75 - 100 mikron (Reid, 1984). Gambar 1 menunjukkan skoleks dan segmen serta lubang genital Raillietina tetragona.
b. Raillietina echinobothrida
Raillietina echinobothrida,  panjangnya mencapai 250 mm dengan lebar 1 - 4mm. Skoleksnya bergaris tengan 250 - 450 mikron, sedang rostelum bergaris tengah 100 - 250 mikron yang dilengkapi dengan dua baris kait-kait sebanyak 200 - 250 yang panjangnya 10 - 13 mikron. Alat penghisapnya juga dilengkapi dengan 8 - 15 baris duri-duri dengan ukuran 5 - 15 mikron. Lubang kelaminnya hampir selalu unilateral, terletak
di tengah-tengah atau sedikit di belakang tengah-tengah sisi proglottid. Uterus berakhir dengan kapsul yang mengandung 6 - 12 telur. Kantong sirrus berjarak sepertiga dari saluran ekskretori dan relatif besar, panjang
130 - 190 mikron. Testes berjumlah antara 20 -45 buah dalam tiap segmen. Ciri khas cacing ini yaitu segmen posterior akan melepaskan diri pada suatu bentukan yang mirip jendela terletak di pertengahan segmen. Akan tetapi bentukan tersebut tidak selalu ditemukan pada setiap individu.
c. Raiilietna cesticillus.
Panjangnya Raiilietna cesticillus berkisar antara 100 - 130 mm dan lebarnya 1,5 -3 mm, lebar skolek 300 - 600 mikron. Rostellumnya cukup besar dengan diameter 100 mikron, dilengkapi dengan dua baris terdiri dari 400 - 500 duri yang berukuran 8 - 10 mikron. Alat penghisapnya tidak berduri kait. Dalam tiap proglottid yang matang terdapat 20 -230 testes. Lokasi lubang kelaminnya berselang seling tidak teratur. Kapsul telur,
masing-masing mengandung satu telur, mengisi seluruh proglottid yang matang. Siklus Hidup Raiilietina spp 
 Penyebaran cacing Cestoda pada ayam  sangat dipengaruhi oleh adanya inang antara.. Telur cacing Cestoda yang termakan oleh inang antara akan menetas di dalam saluran pencernaannya.Telur yang menetas berkembang menjadi onkosfir yaitu telur yang telah berkembang menjadi embrio banyak sel yang dilengkapi dengan 6 buah kait. Onkosfir selanjutnya berkembang menjadi sistiserkoid dalam waktu 3 minggu
setelah telur termakan oleh inang antara. Sistiserkoid tetep tinggal di dalam tubuh inang antara sampai dengan inang antara tersebut dimakan oleh inang definitif yaitu ayam. Setelah ayam memakan inang antara yang mengandung sistiserkoid, maka sistiserkoid terbebaskan oleh adanya aktivitas enzim pencernaan. Segera setelah sistiserkoid bebas, skoleksnya mengalami evaginasi dan melekatkan diri pada dinding
usus. Segmen muda terbentuk di daerah  leher dan akan berkembang menjadi segmen yang matang dalam waktu 3 minggu. Pada saat segmen atau strobila berproliferasi di dinding leher, dinding sistiserkoid akan mengalami degenerasi dan menghilang. Selanjutnya sistiserkoid berkembang menjadi cacing dewasa di dalam usus ayam dalam waktu 20 hari. Berdasarkan beberapa penelitian diperoleh hasil bahwa masing-masing spesies cacing dari genus Raillietina spp mempunyai inang antara yang berbeda-beda. Raillietina
tetragona menggunakan semut dari genus  tetramorium  dan Pheidole  serta lalat Musca domestica sebagai inang antara.  Raiilietina echinobothrida menggunakan inang antara semut jenis yang sama dengan  Raiilietina tetragona. Sedangkan  Raillietina cesticillus mempunyai inang antara berupa kumbang dan lalat Musca domestica. Patogenesis : Cacing yang hidup dalam saluran pencernaan akan mengambil makanan dengan
cara menyerap sari makanan dari induk semangnya pada mukosa usus. Apabila tingkat infeksi cukup berat, induk semang akan mengalami hypoglicemia dan hypoproteinemia yang nyata. Gejala Klinis : akibat cacing Cestoda pada ayam dipengaruhi antara lain oleh status pakan atau keadaan gizi ternak, jumlah infeksi dan umur ayam. Pada beberapa jenis infeksi, gejala umum pada ayam muda biasanya ditunjukkan oleh adanya penurunan bobot badan, hilangnya napsu makan, kekerdilan, diare dan anemia. Penurunan produksi
telur dan kesehatan secara umum juga merupakan gejala umum akibat infeksi cacing Cestoda. Cacing Cestoda dalam jumlah besar akan banyak mengambil sari makann dari tubuh inangn sehingga tidak jarang menyebabkan hypoglicemia dan hypoproteinemia. R. cesticillus menyebabkan degenerasi dan inflamasi villi selapit lendir usus ditempat menempel ujung kait rostellum dan dalam keadaan infeksi berat dapat
menyebabkan kekerdilan. Cacing Cestoda ini paling umum didapati pada ayam dengan kerusakan berupa enteritis haemorrhagia. Cacing ini menyebabkan degenerasi dan peradangan pada vili-villi selaput lendir usus.
  Raillietina echinobothrida menyebabkan diarre berlendir tahap dini. Raillietina echinobothrida dan Raillietina tetragona menyebabkan pembentukan nodul-nodul pada dinding saluran pencernaan. Diantara kedua jenis cacing Cestoda tersebut, yang paling banyak meninmbulkan kerusakan adalah  Raillietina echinobothrida.  Raiillietina tetragona  dapat menyebabkan penurunan bobot badan dan produksi telur pada ras-ras
ayam tertentu.Diagnosis:  Diagnosis penyakit didasarkan atas gejala klinik yang tampak dan sejarah
timbulnya penyakit. selain itu dapat pula  dengan melakukan pemeriksaan tinja secara mikroskopis dimana akan ditemukan proglottid masak yang lepas atau telur cacing yang keluar bersama tinja. Kelemahan pemeriksaan  ini adalah tidak selalu berhasil karena progolttid masak tidak dikeluarkan bersama tinja terus-menerus. Pada pemeriksaan pasca mati akan didapat diagnosis yang memuaskan karena ditemukan spesies cacingnya. Teknik diagnosis yang lain adalah dengan melihat bungkul-bungkul pada mukosa usus
dimana cacing mengkaitkan diri pada infeksi  R. echinobothrida,  Enteritis Catharallis chronica, hyperplasia dinding usus pada tempat cacing melekatkan diri dan perdarahan serta pengelupasan selaput lendir usus. 

3.Trematodosis
Penyakit parasit cacing oleh cacing trematoda pada unggas yang terkenal adalah Echonostoma revolutum. Cacing ini hidup di rektum dan sekum ayam, itik, angsa, dan unggas air lainnya, burung merpati dan berbagai burung lain serta mamalia, termasuk tikus air bahkan manusia di seluruh dunia.Etiologi : Echinostoma revolutum (E. revolutum) tergolong dalam 
filum  Platyhelminthes
klas  Trematoda
subklas Digenea
Ordo Echinostomata
famili Echinostomatidae
subfamili Echinostomatinae
genus Echinostoma
spesies Echinostoma revolutum .
Cacing jenis ini merupakan cacing trematoda yang paling terkenal dan serkaria dapat ditemukan dengan mudah pada berbagai siput air tawar. Panjang cacing kira-kira 10 – 12 mm dan lebar 2,25 mm. Memiliki spina kerah (head coller) yang terdiri dari 37 spina, dimana 5 diantaranya membentuk spina kutub
dan kutikulanya membentuk spina di bagian anterior. Testisnya  tandem, memanjang, lonjong atau sedikit berlobus, terletak di  pertengahan badan dan di belakang ovari. Kantong sirrus terletak di antara percabangan sekum dan batil isap ventral. Telur berukuran panjang 90–126 µm dan lebar sampai 59–71 µm. Siklus Hidup:  Telur di luar tubuh inang akan menetas menjadi mirasidium dalam air setelah berkembang selama lebih kurang 3 minggu  pada kondisi yang sesuai. Mirasidium kemudian masuk ke dalam inang antara, yaitu siput antara lain :  Stagnicola palustris, Helisoma trivolvis, Physagyrina coccidentalis, P. oculans, Planorbis tenuis, Lymnaea
stagnalis, L. swinhoei, Bulimus stagnicola dan Lymnaea rubiginosa. Mirasidium menembus bagian tubuh siput yang lunak untuk menuju ke ginjal dan berubah menjadi sporokista yang berbentuk kantong dengan panjang sekitar 0,5 mm. Kira-kira mulai 9 – 12 hari setelah infeksi, sporokista memproduksi satu atau dua redia induk setiap hari selama dua minggu. Redia induk ini mulai menghasilkan redia anak 19– 23 hari setelah infeksi. Redia anak berpindah ke organ distal dan memproduksi serkaria yang mulai keluar dari siput 46 – 62 hari  pasca infeksi. Serkaria akan membentuk metaserkaria dan mengkista.  Serkaria bisa keluar dari siput asal dan masuk ke siput lain yang memiliki spesies sama atau berlainan. Inang definitif akan terinfeksi apabila memakan siput ini dan cacing akan berkembang menjadi dewasa di dalam saluran pencernaan tubuh inang dalam jangka waktu 15 – 19 hari. Gejala Klinis:  Infeksi yang berat dari  E. revolutum menyebabkan  kekurusan, kelemahan dan  diare pada unggas. Perubahan Pasca Mati Pada anak ayam menyebabkan perdarahan bercak-bercak pada tempat perlekatan acetabulum dengan permukaan mukosa usus. Pada angsa dilaporkan menyebabkan
enteritis katarrhalis. Pada tikus menyebabkan hiperplasia kripta usus, atrofi vili-vili dan fibrosis pada jaringan subepithelial., pada hamster menyebabkan diare encer dan kehilangan berat badan. Pencegahan : Upaya pencegahan helminthiasis yang bisa dilakukan adalah  melakukan sanitasi kandang, menghindarkan kandang dari vektor (induk semang antara) dan ternak liar dan mengusahakan pengelolaan peternakan sebaik mungkin, seperti mencegah kepadatan kandang yang berlebihan, mengusahakan ventilasi kandang yang cukup dan menerapkan sistim all in all out. Pengobatan : Pengobatan terhadap parasit cacing harus dilakukan seawal mungkin, karena jika keadaan sudah parah, maka pengobatan menjadi sia-sia. Obat-obatan yang bisa digunakan adalah Vermizin, Vermixon sirup, Cacing Exitor untuk membasmi Ascaridia galli. Tri Worm juga bisa digunakan untuk mengatasi A. galli dan Heterakis gallinarum. Pada ayam yang dipelihara dalam kandang postal maka pemberian obat cacing bisa dilakukan mulai umur satu bulan dan diulang setiap bulan  sekali. Sedangkan pada ayam yang dipelihara di kandang baterai pemberian obat cacing setiap tiga bulan sekali.
Pemberian obat cacing akan lebih efektif jika diberikan dua hari berturut-turut. Ayam dipuasakan terlebih dahulu kira-kira selama satu jam sebelum pemberian obat.   

2. Penyakit pada Unggas Akibat Protozoa
1. Koksidiosis
Penyakit terkenal pada unggas yang disebabkan oleh protozoa adalah koksidiosis atau berak darah. Penyakit ini ditemukan hampir di seluruh peternakan dunia. Meskipun penyakit ini bisa diatasi namun biaya yang diperlukan untuk pengobatan sangat besar. Koksidiosis disebabkan oleh protozoa dengan famili Eimeriidae, yang terdiri dari empat genus, antara lain   CryptospororidiumIsospora, Eimeria dan Tyzzaria. Diantara
keempat genus tersebut maka  Eimeria menduduki posisi paling penting bagi unggas. Pada kebanyakan unggas,  Eimeria  menyerang usus, kecuali pada angsa,  Eimeria menyerang ginjal. Kematian ayam akibat koksidiosis bisa mencapai 80 – 90%  jika penyakit tidak diobati. Kerugian lain selain kematian ternak, maka koksidiosis menyebabkan penurunan berat badan, penghambatan masa bertelur, penurunan produksi telur dan penurunan efisiensi penggunaan pakan. Etiologi : Dikenal banyak spesies Eimeria, namun  tidak semuanya patogen. Eimeria yang sering menyerang ayam, antara lain : E. tenella, E. necatrix, E. acervulina, E. brunetti, E. hagani, E. mitis, E. praecox, E. mivati, E. tyssarni dan E. myonella.Faktor-faktor Predisposisi : Kejadian koksidiosis akan mudah mewabah karena beberapa faktor, yaitu kandungan air yang tinggi dalam litter yang melenihi 30%, adanya penyakit lain yang menekan kekebalan tubuh, seperti Marek, IBD atau mikotoksin. Penggunaan antikoksidia dalam pakan yang kurang merata pencampurannya, juga bisa berperan sebagai faktor predisposisi. Faktor yang lain adalah stres lingkungan dan menejemen, seperti kepadatan yang terlalu tinggi, kurangnya kualitas dan kuantitas pakan, ventilasi udara yang jelek. Gejala Klinis: Koksidiosis berjalan secara akut dan ditandai dengan depresi, bulu kusut dan diare dengan tinja berwarna hijau, napsu makan  hilang, muntah darah, paralisa dan diikuti kematian akibat kolaps. Unggas yang terinfeksi  E. tenella memperlihatkan gejala kepucatan pada balung (jengger) dan pial disertai sekum yang bercampur darah.  Pada penyakit yang tidak menunjukkan gejala klinis, maka ditandai oleh penurunan produksi telur dan daya tetas serta bobot badan. Lesi-lesi yang ditimbulkan oleh koksidia memiliki kekhasan tergantung dari spesies yang menyerang. Kekhasan tersebut sebagaimana dijelaskan di bawah ini. 
•  E. acervulina dan E. Mivati, meyebabkan daerah perdarahan 1 – 2 cm yang diselingi fokus berwarna putih yang terlihat di sepanjang lapisan serosa duodenum bagian belakang (distal) dan yeyunum bagian depan (proksimal).
•  E. necatrix,  menimbulkan penggembungan yang berlebihan pada bagian tengah yeyunum dengan perdarahan pada mukosa dan cairan berwarna kemerahan di dalam lumen usus. 
•  E. maxima, menyebabkan penggembungan pada  bagian tengah yeyunum dengan perdarahan pada lapisan mukosa.
•  E. Tenella, menimbulkan radang perdarahan sekum/usus buntu. 
•  E. brunetti,  menimbulkan perdarahan mukosa bagian distal yeyunum dan kolon.
Cara Penularan:  Ookista yang bersporulasi merupakan stadium infektif dari siklus hidup Eimeria sp. Ookista dapat ditularkan secara mekanik melalui pekerja, peralatan yang terkontaminasi, terbawa oleh angin dengan jarak yang pendek. Siklus Hidup: Temperatur, pH dan kelembaban yang optimum untuk sporulasi ookista masing-masing spesies berbeda-beda . Biasanya temperatur yang cocok bervariasi 21oC – 32oC,
tergantung spesies koksidia. Pada suhu tersebut sporulasi berlangsung 1 – 2 hari.  Jika ookista yang telah sporulasi tertelan oleh ayam, maka sporozoit akan dibebaskan dan berkembang menjadi skizon. Skizon yang telah dewasa akan pecah dan menghasilkan merozoit yang akan berkembang menjadi mikrogametosit dan makrogametosist yang keduanya akan bertemu menghasilkan secara  berturut-turut,  zygot, ookinet, ookista.
Ookista akan dilepaskan bersama feses.Kelainan Pasca Mati Terlihat bintik-bintik atau bercak-bercak perdarahan hampir di seluruh organ, misalnya  hati, paru-paru, limpa, timus, ginjal, pankreas, usus, proventrikulus, bursa fabricius, otak, otot dada dan paha. Gumpalan darah juga sering ditemukan dalam rongga perut dan saluran pernapasan bagian atas. Pencegahan: Tindakan pencegahan terhadap penyakit koksidiosis yang penting dilakukan adalah pengaturan sistim ventilasi udara yang baik, pengaturan kepadatan kandang yang sesuai dengan kapasitasnya, penyediaan tempat pakan dan minum yang cukup. Khusus
untuk pengaturan tempat air minum, sebaiknya diusahakan menggunakan model nipple drinker, sehingga tidak banyak air yang tumpah ke litter. Hal ini akan mengurangi resiko kelembaban yang tinggi dalam litter. Disarankan juga memberikan koksidiostat. Pengobatan : Pengobatan terhadap koksidiosis bisa diusahakan dengan pemberian larutan amprolium atau sulfonamida dalam air minum, pemberian air yang dapat mensuspensi suplemen vitamin A dan K akan mempercepat proses kesembuhan.

3. Penyakit Pada Unggas Akibat Parasit Eksternal 
 Gangguan parasit luar disebabkan oleh beberapa jenis insekta/serangga, seperti lalat, kutu, caplak, gurem, tungau dan  sebagainya. Gangguan parasit luar akan menimbulkan rasa tidak enak, tidak tenang, gatal, kerusakan bulu, pertumbuhan terhambat, gangguan produksi dan yang lebih berbahaya lagi apabila parasit luar tersebut berperan sebagai vektor penyakit bakteri, virus, cacing atau koksidiosis.
•  Kutu
Berbagai jenis kutu terdapat pada bulu ayam dan mungkin ditemukan juga dibawah sayap, pada leher dan di sekitar perut dekat kloaka. Biasanya telur kutu tersebut terkumpul pada pangkal bulu. 
•  Tungau
Ornithonyssus dan Dermanyssus merupakan tungau penghisap darah pada ayam. Infestasi yang hebat akan menyebabkan  anemia. Tungau kudis yang menyerang kaki ayam dikenal dengan  Knemidocoptes mutans  yang menyebabkan dermatitis yang bisa melanjut menjadi scaly leg.  
 •  Caplak Argasid
Caplak berkulit lunak (Argas spp) hidup di daerah tropis dan menyerang ayam- ayam petelur yang dipelihara dalam kandang panggung atau di atas litter. Caplak menyukai lokasi di bawah sayap dan menyerang di malam hari. Unggas penderita menampakkan bercak perdarahan (hematoma). Caplak ini dapat menularkan penyakit
spirokhetosis. Pengendalian : Tindakan pengendalian terhadap serangan parasit eksternal antara lain berupa (1)dusting, adalah penggunaan serbuk atau powder untuk mengatasi gangguan ayam terhadap parasit luar. Pada ayam penderita dapat diberikan Sodium Fluorida pada pangkal sayap, bulu pada  kepala, ekor, dada, kedua sayap, kedua kaki/paha, dasar ekor, bawah lubang kloaka dan punggung. Bisa juga  digunakan DDT antara 5 – 10% (2)  dipping, adalah penggunaan larutan yang mengandung  racun untuk pemberantasan serangga dan dilakukan dengan cara mencelupkan ayam pada larutan tersebut.  Dipping sebaiknya dilakukan pada saat matahari bersinar, tidak hujan, sehingga bulu  cepat kering. Bahan kimia yang digunakan untuk dipping berupa Sodium Fluorida atau Sodium Flousilikat (3)fumigasi, dengan pengasapan seperti yang diusahakan untuk memberantas adanya mikroorganisme dan biasanya untuk telur-telur yang akan ditetaskan. Bahan kimia yang digunakan adalah kombinasi antara formalin dengan KMnO4 atau dengan Nicotine Sulfat
Read more
 
vetshop online © 2010 | Designed by Blogger Hacks | Blogger Template by ColorizeTemplates | Brought to you by Cyber Template