• Ea eam labores imperdiet, apeirian democritum ei nam, doming neglegentur ad vis. Ne malorum ceteros feugait quo, ius ea liber offendit placerat, est habemus aliquyam legendos id.
  • Ea eam labores imperdiet, apeirian democritum ei nam, doming neglegentur ad vis. Ne malorum ceteros feugait quo, ius ea liber offendit placerat, est habemus aliquyam legendos id.
  • Ea eam labores imperdiet, apeirian democritum ei nam, doming neglegentur ad vis. Ne malorum ceteros feugait quo, ius ea liber offendit placerat, est habemus aliquyam legendos id.

Konsep Dasar Penyimpanan Semen Beku

Wednesday, May 18, 2011
 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Salah satu teknik yang dapat dilakukan untuk melestarikan sumber daya atau materi genetik ternak adalah penyimpanan sel spermatozoa sebagai pembawa materi genetik ternak dengan menggunakan teknik kriopreservasi. Dengan metode ini sel spermatozoa dapat disimpan dalam keadaan beku yang memiliki fungsi utama untuk keberhasilan inseminasi buatan dengan semen yang dikriopreservasi. Disamping itu kriopreservasi dapat menyebabkan kemaian sel spermatozoa dan kerusakan fungsional.
Penggunaan glycerol sebagai cryoprotectant merupakan suatu metode kriopreservasi yang telah ditemukan pada tahun 1950 sampai sekarang. Cryoprotectant digunakan untuk pembekuan semen pada dunia kedokteran hewan dan banyak dugunakan di berbagai Negara termasuk Indonesia yang turut berperan dalam penggunaan metode ini, dengan tujuan untuk meningkatkan kapasitas produksi ternak (dairy product). Beberapa kendala yang membatasi penggunaan metode teknologi ini yaitu perbedaan fisiologis dan biokimia spermatozoa pada tiap-tiap spesies, dan adanya mekanisme transport sperma dalam saluran reproduksi betina (Holt, 2000).
Prinsip biofisika yang digunakan untuk pembekuan sel dan jaringan hidup secara linear dapat juga diaplikasikan pada sperma. Sperma dapat mengalami kerusakan selama kriopreservasi selama proses thawing, ketika kristal es intraselullar terbentuk dalam jumlah yang banyak dan terjadi peningkatan konsentrasi larutan intraselullar dan perubahan sehingga terjadi dehidrasi sel. Pembekuan spontan merupakan suatu cara untuk mengurangi pengaruh larutan terhadap pembentukan kristal es yang berlebihan dan menyebabkan kerusakan mekanis yang berat (Hafez, 2000).
Proses kriopreservasi terjadi karena adanya perubahan temperatur dan tekanan osmolalitas yang dapat mempengaruhi struktur organisasi dan komposisi lipid dan membran plasm sperma (Arthur et al., 1996; Moće dan Graham, 2008). Sedangkan kerusakan fungsional sperma merupakan kerusakan yang dapat mempengaruhi penurunan motilitas, pergerakan abnormal (circullar movement), dan kematian dini sperma (Loomis dan Graham, 2008).

Tujuan

Tujuan dari makalah ini adalah memberikan informasi terbaru mengenai pengaruh kriopreservasi terhadap survival sel sperma, sehingga data yang diperoleh mampu melengkapi langkah teknis kriopreservasi secara benar.


TINJAUAN PUSTAKA

Kriopreservasi

Secara teoritis, kriopreservasi berasal dari kata krio yang berarti beku, dan preservasi yang berarti penyimpanan pada temperatur rendah. Jadi Kriopreservasi adalah teknik penyimpanan materi genetik dalam keadaan beku pada temperatur rendah atau suatu teknik penyimpanan sel hewan, tumbuhan dan materi genetika lainnya (termasuk semen dan oosit) dalam keadaan beku melalui reduksi aktivitas metabolisme tanpa mempengaruhi organel-organel di dalam sel, fungsi fisiologi, biologi, dan morfologi (Suprianata dan Pasaribu, 1992).
Tujuan utama dari teknik ini adalah untuk menyimpan, memelihara, dan menjamin kelangsungan hidup suatu materi genetik. Hal ini berarti bahwa penyimpanan sel gamet (plasma germinal) dengan menggunakan teknik kriopreservasi diharapkan dapat mempertahankan daya hidupnya dan fungsi sel gamet baik secara imunologis, biologis dan fisiologis (Suprianata dan Pasaribu, 1992).
Beberapa prinsip penting yang perlu diperhatikan dalam menggunakan teknik kriopreservasi, yaitu: (1) Apabila terjadi dehidrasi (pengeluaran air dalam sel) akan terjadi kekeringan yang menyebabkan kerusakan pada sel, dan (2) Apabila tidak terjadi dehidrasi akan terbentuk kristal-kristal es yang dapat merusak sel, jaringan dan materi genetik ternak lainnya. Dengan demikian perlu diperhatikan proses pemindahan air pada dehidrasi sebelum deep freezing maupun rehidrasi setelah thawing (Suprianata dan Pasaribu, 1992).
Penyimpanan sel gamet dengan teknik kriopreservasi memiliki keuntungan dan kerugian. Adapun keuntungannya adalah dapat disimpan dalam waktu tidak terbatas, media tempat penyimpanan (container) tetap terisi N2 cair, dapat dikoleksi setiap saat, dapat digunakan kapan saja bila dibutuhkan, untuk melestarikan plasma nutfah dan tidak perlu mengimpor dan dapat memelihara ternak yang memiliki genetik tunggal. Sedangkan kerugiannya adalah biaya operasional sangat mahal, memiliki kemampuan yang tinggi, sel gamet yang dihasilkan berkualitas baik dan layak disimpan dalam keadaan beku (Suprianata dan Pasaribu, 1992).
Berdasarkan kejadiannya secara fisik, teknik kriopreservasi dapat dibedakan menjadi dua metode yaitu metode konvensional dan vitrifikasi (Rall dan Fahy, 1985; Niemann, 1991; Suprianata dan Pasaribu, 1992). Metode konvensional merupakan pembawa materi genetik ternak (sel gamet) yang disimpan pada suhu dibawah 0OC dan disertai pembentukan kristal-kristal es. Pembentukan kristal-kristal es dimulai pada bagian ekstraseluler yang mengakibatnya terjadi dehidrasi sehingga menimbulkan kekeringan yang sangat besar dan kerusakan organel-organel intraseluler seperti mitokondria, lisosom dan sebaliknya. Teknik vitrifikasi adalah proses fisik berupa pemadatan medium krioprotektan berkonsentrasi tinggi selama pendinginan tanpa disertai pembentukan kristal-kristal es. Dalam keadaan padat distribusi ion-ion dan molekul tetap seperti dalam fase cair (Rall, 1992).
Medium yang digunakan memiliki tiga sifat umum, yaitu larutan yang mengandung krioprotektan intraseluler dengan konsentrasi tinggi, larutan yang membutuhkan garam-garam fisiologis dan mengandung makromolekul untuk meningkatkan kemampuan larutan dan proses supercooling (Niemann, 1991). Teknik ini memiliki kelebihan yaitu sederhana, dapat diandalkan, relatif mudah untuk diaplikasikan dilapangan dan tidak memerlukan alat khusus (Rall, 1992).
Berikut ini merupakan salah satu contoh penyimpanan sel spermatozoa dengan metode konvensional (Gambar 1). Pertama-tama yang perlu dilakukan dalam koleksi spermatozoa dari ternak jantan antara lain massase, menggunakan vagina buatan dan elektro ejakulator. Segera setelah koleksi, spermatozoa dievaluasi secara makroskopik (volume, warna, kekentalan, dan pH) dan secara mikroskopik (gerakan massa, konsentrasi, presentase abnormalitas, presentase hidup, persentase abnormalitas, persentase akrosom dan presentase membran plasma utuh). Persyaratan umum spermatozoa yang akan dibekukan minimal persentase motilitas 70%, konsentrasi 2 x 109 sel / ml, gerakan massa ++ / +++, persentase hidup minimal 80% dan persentase abnormal tidak lebih dari 15%. Apabila spermatozoa yang memenuhi persyaratan, maka langsung dilakukan proses pengenceran. Pengeceran merupakan proses untuk memperbanyak volume spermatozoa serta untuk memenuhi kebutuhan fisik dan kimia sperma selama proses penyimpanan.
Pengemasan dilakukan dengan menggunakan straw. Ukuran straw bevariasi ada yang 0.25 cc, 0.50 cc dan bahkan ada 1 cc. Kemudian dilakukan ekuilibrasi dengan tujuan agar spermatozoa dapat menyesuaikan diri dengan pengencer, sehingga pada waktu proses pembekuan kematian spermatozoa yang berlebihan dapat dihindarkan. Berikut adalah pembekuan dengan proses penguapan di atas N2 cair selama 10 - 15 menit, kemudian disimpan dalam kontainer yang mengandung N2 cair. Proses thawing dapat dilakukan kapan saja apabila diperlukan. Spermatozoa yang telah dibekukan minimal memiliki motilitas 40% (standar baku) setelah thawing.
Gambar 1. Proses Penyimpanan sel spermatozoa dengan teknik konvensional.
(Rall, 1992).


Faktor-faktor yang dapat merusak spermatozoa selama pemyimpanan
Kejadian yang dapat merusak dan menurunkan viabilitas spermatozoa selama proses penyimpanan dan pembawa materi genetik ternak (sel gamet) dengan teknik kriopreservasi yaitu kejutan dingin (cold shock) dan pembentukan krista-kristal es. Kejutan dingin terjadi karena adanya penurunan suhu secara mendadak dibawah suhu 0OC. Watson (1995) menyatakan bahwa kejadian kejutan dingin berkaitan erat dengan fase pemisahan dan penurunan sifat-sifat permeabilitas secara selektif dan membran bioligik sel hidup.
Pengaruh kejutan dingin terhadap pembawa materi genetik ternak dapat dilihat pada sel spermatozoa dan sel telur (oosit). Pada sel spermatozoa, kejutan dingin menyebabkan terjadi penurunan motilitas, pelepasan enzim pada akrosom, perpindahan ion melewati membran dan penurunan kandungan lipid (fosfolipid dan kolestrol) yang berperan untuk mempertahankan integritas struktural-membran plasma (Weitze dan Petzoidt, 1992; White, 1993).
Pembentukan kristal-kristal es berkaitan erat dengan perubahan tekanan osmotik dalam fraksi yang tidak beku (Watson, 2000). Pengaruh pembentukan kristal-kristal es terhadap pembawa materi genetik ternak selama proses kriopreservasi dapat dilihat pada sel spermatozoa dan sel telur. Pada sel spermatozoa dapat menyebabkan penurunan motilitas dan viabilitas spermatozoa, peningkatan pengeluaran enzim-enzim intraseluler ke ekstraseluler dan kerusakan pada organel-organel sel, seperti mitokondria dan lisosom (Suprianata dan Pasaribu, 1992; Dhani dan Sahni, 1992). Apabila mitokondria rusak dan rantai oksidasi putus akan mengakibatkan spermatozoa berhenti bergerak karena tidak ada pasokan energi dari organel mitokondria. Sumber energi mitokondria berperan untuk menggertak mikrotubul sehingga terjadi pergesekan diantara mikrotubul sehingga spermatozoa dapat bergerak secara bebas (motil).

Krioprotektan dan Aditif

Krioprotektan merupakan zat kimia non elektrolit yang berperan untuk mengurangi dan mematikan selama pembekuan berupa larutan kristal es untuk mempertahankan viabilitas sel. Berdasarkan sifat-sifat fisikokimia dan daya permeabilitas membran, krioprotektan dibagi menjadi dua kelompok, yaitu (1) krioprotektan intraseluler, merupakan membran yang dapat keluar masuk dan memiliki bobot molekul lebih kecil sehingga bersifat permeabel (contoh: gliserol, etilen glikol, propanadiol), dan (2) krioprotektan ekstraseluler, merupakan sel yang tidak dapat keluar masuk membran karena memiliki bobot molekul lebih besar sehingga bersifat nonpermeatif (contoh: protein, sukrosa, manosa, rafinosa, kuning telur, susu) (Supriatna & Pasaribu, 1992; Amann, 1999).

Penggunaan gliserol

Krioprotektan digunakan dalam proses pembekuan semen hewan mamalia yaitu berupa gliserol. Penggunaan gliserol sebagai krioprotektan merupakan suatu teknik kriopreservasi yang telah ditemukan sejak tahun 1950 sampai sekarang masih digunakan untuk pembekuan sel. Di dunia Kedokteran Hewan Pembekuan semen anyak digunakan oleh berbagai negara termasuk Indonesia yang berperan utama untuk meningkatkan kapasitas produksi ternak (dairy product). Beberapa kendala yang membatasi penggunaan teknolgi ini yaitu perbedaan fisiologis dan biokimia spermatozoa pada setiap spesies dan adanya mekanisme transport sperma dalam saluran reproduksi betina (Holt, 2000).
Kemampuan gliserol untuk mengikat air cukup kuat karena adanya tiga gugus hidroksil yang dimilikinya. Gliserol dapat berdifusi ke dalam sel dan mampu mengubah kristal es menjadi membran sel sehingga tidak mudah rapuh (Supriatna & Pasaribu 1992).
Mekanisme pergerakan gliserol dalam spermatozoa belum diketahui secara pasti, karena gliserol dapat menggantikan air menjadi elektrolit-elektrolit intraseluler dan dapat mengurangi konsentrasi spermatozoa yang rusak oleh Kristal es yang terbentuk (Toelihere 1985). Krioprotektan dapat mengikat membran plasma dan gugus fosfolipid yang berikatan dengan protein dan glikoprotein yang dapat menyebabkan partikel-partikel intra-membran terkumpul (Park & Graham 1992).
Gliserol dapat memberikan perlindungan terhadap sel spermatozoa yang merusak selama proses pembekuan semen, menyebabkan kejutan osmotik, dan menurunkan nilai antibiotika dalam pengencer semen, serta menurunkan volume sel sperma sebanyak setengah dari volume larutan isotonik sesudah pencairan kembali. Kandungan gliserol di dalam pengencer semen bergantung pada metode pendinginan / pembekuan, komposisi pengencer, dan cara penambahan dosis gliserol dalam pengencer semen bervariasi pada berbagai jenis ternak. Dosis optimum gliserol dalam pengencer semen sapi sebesar 7% (Viswanath & Shannon 2000), semen kerbau 6% (Kumar et al., 1992) dan semen kambing 6-8% (Sinha et al., 1992, Das & Rajkonwar 1994, Tambing et al., 2000).

Penggunaan Kuning Telur

Kuning telur mempunyai pengaruh cryoprotective pada sperma. Aktivitas cryoprotective kuning telur diperantarai oleh fraksi lipoprotein densitas rendah. Fraksi lipoprotein densitas rendah berfungsi sebagai agen lipid tambahan pada membran plasma sel sperma. Seperti glycerol, konsentrasi optimal kuning telur pada setiap spesies (Curry, 1995).
Khasiat kuning telur yaitu: (i) untuk mempertahankan dan melindungi integritas selubung lipoprotein sel spermatozoa (Toelihere,1985), (ii) bersifat osmotik sebagai penyanggah sel permatozoa terhadap larutan hipotonik dan hipertonik (Jones & Martin 1973), dan (iii) sebagai pelindung terhadap dingin dan mencegah terjadinya peningkatan kalsium ke dalam sel yang dapat merusak spermatozoa (Park & Graham 1992, White 1993). Kuning telur dapat digunakan sebagai pengencer semen, sumber energi dan agens protektif. Komponen kuning telur yang bertanggung jawab sebagai agens krioprotektif ialah lesitin, fosfolipid, ektrak lipid, fraksi lipoprotein dan lipoprotein spesifik (Vishwanath & Shannon, 2000).
Dosis kuning telur yang digunakan pada umumnya sangat bervariasi misalnya pengencer semen sapi 15% - 30% v/v (Vishwanath & Shannon 2000), semen kambing 10 - 25% (Deka & Rao 1986, Tredjo et al. 1996), dan semen domba 1.5 - 3.0% (Salamon & Maxwell 1995).

Aspek-Aspek Praktis dari Kriopreservasi Semen

Pemrosesan semen pada kriopreservasi telah dijelaskan sebelumnya. Semen dikemas dalam straw (0,25 dan 0,5ml) untuk pembekuan dan penyimpanan, atau dibekukan sebagai pelet pada depresi dangkal es kering. Straw dibekukan dalam fase uap diatas nitrogen cair atau pada mesin pembeku dengan laju terkontrol. Spermatozoa dikemas dalam bentuk straw 0,2ml atau sekitar 10 - 15 juta sel spermatozoael yang diinseminasikan langsung dari straw sesudah pencairan. Sedangkan disisi semen babi dapat dibekukan pada kuantitas yang lebih besar dengan volume 200l pada tabung 10 - 15 ml spermatozoa untuk satu kali inseminasi.
Hewan ternak seperti biri-biri, rusa dan hewan ruminansia eksotik lainnya dapat menggunakan pipet khusus inseminasi laparoskopis yang telah dikembangkan dengan ukuran straw 0,25 ml dan jumlah sperma lebih rendah dari metode inseminasi secara trans servikal. Inseminasi dapat dilakukan setelah proses pencairan dalam waktu beberapa detik dengan menggunakan pipet trans servikal. Keuntungan dari penelitian ini adalah tidak ada cara yang lebih mudah untuk mencairkan sampel semen dengan mengurangi konsentrasi simultan krioprotektan yang dapat memberikan keunggulan secara cepat dan jelas setelah proses pencairan basah dengan menuangkan pelet ke dalam larutan khusus. Pencairan straw biasanya dilakukan dengan pencelupan dalam bak air hangat dengan suhu optimum dan kombinasi waktu dapat digunakan dalam penelitan ini dengan pencairan pada suhu maksimum (60-700C). Manfaat dari penelitian kompa¬ratif ini yaitu teknik pencairan denga laju penghangtan yang lebih cepat dan dapat menghasilkan kualitas sperma yang baik (Pursel dan Park. 1985).
Hasil dari penelitian ini telah banyak mengundang para peneliti untuk melakukan metode kriopreservasi yang telah memberikan pemahan baru dalam suatu penelitian mengenai krioprotektan dalam menentukan kelangsungan hidup sel selama peoses beku sampai cair dan kelebihan dari metode ini dapat menunjukkan bahwa penyimpanan volume sel lebih besar dapat menyebabkan membran pecah (Bailey et al., 1994).
Parkinson dan whitfield (1987) menyatakan bahwa periode pendimginan dan pembekuan dapat mempengaruhi kelangsungan hidup sperma dan meningkatkan fertilitas spermatozoa. Volume pembekuan yang lebih besar seperti maxi-straw atau kantung plastik dapat mempengaruhi kebutuhan dan pengembangan sistem control suhu yang lebih selektif.

Kontrol Penyakit

Penularan penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus antar sampel semen manusia pada N2 cair akhir-akhir ini banyak mengundang perhatian para peneliti di Inggris terhadap penularan penyakit hepatitis dari seorang pasien dihubungkan dengan sel sumsum tulang yang terkontaminasi dan terinfeksi rusak dalam wadah penyimpanan sampel yang sama. Hasil penelitian ini rekomendasikan bahwa semua straw semen manusia harus disimpan dalam uap, bukan dalam cair wadah nitrogen yang menyebabkan kekhawatiran besar pada penyimpanan semen (Bailey et al., 1994).

Penilaian Semen Beku

Pembekuan atau pencairan semen beku dapat menyebabkan kerusakan sperma dan menghilangkan fertilitas spermatozoa. Untuk membuahi sel telur, spermatozoon harus mempertahankan kemampuannya untuk memasuki oosit dan flagellum dengan mendorongan permukaan membran dan menghindari pencakupan oleh fagosit pada saluran reproduksi atau pengikatan ireversibel pada sel epitel. Spermatozoon dapat mengikat zona plucida dan merespon reaksi akrosom pada jalur penanda dan struktur terkait seperti plasma dan membran akrosomal luar harus tetap utuh dan tidak rusak pada saat kriopreservasi. Penerasi zone diikuti oleh fusi sperma-oolemma yang melibatkan transfer faktor cytoplasmik atau stimulasi jalur penanda. Kromatin sperma disediakan untuk dekondensasi yang menderita stabilisasi dan destabilisasi tambahan yang tepat selama kriopreservasi (Bailey et al., 1994).
Kerusakan pada salah satu unit fisiologis dapat menurunkan kualitas spermatozoon sehingga tidak mampu membuahi oosit terjadi infertilitas. Peningkatan kualitas spermatozoa dipengaruhi oleh kriopserpasi untuk meningkatkan fertilitas yang dibutuhkan 10 kali lebih banyak spermatozoa beku dibandingkan spermatozoa segar.
Dosis standar sperma per inseminasi yaitu 25 juta spermatozoa beku dan 2,5 juta spermatozoa segar. Perbandingan dosis sperma yang telah dikembangkan dalam beberapa tahun yaitu 10:1 yang sama masih berlaku; dosis sperma di New Zealand 10-15 juta spermatozoa kriopre¬ser¬vasi per straw inseminasi vs 1-1,5 juta spermatozoa segar (Bailey et al., 1994).

Tes Fungsi Sperma

Penelitian ini dilakukan untuk melihat fungsi sperma yang telah dikembangkan pada 10 – 15 tahun yang lalu dengan menggabungkan teknik, nilai aspek seta fungsi yang berbeda-beda secara simultan (serentak). Aspek fungsional dilakukan untuk melihat reaksi akrosomal dan motilitas sperma yang meliputi membran plasma, integritas akrosomal dan mitokondria. Sedangkan sitometri digunakan sebagai alternatif pada mikroskopi untuk melihat struktur sel yang diperiksa (Bailey et al., 1994).
Teknik eosin/nigrosin digunakan pada laboratorium sebagai sarana untuk penilaian membran plasma dengan uji fluorescen fluorescen seperti propidium iodide (PI), pengambilan simultan dan penahanan fluorokrome (Bailey et al., 1994). Sedangkan ester non-fluorescen dari fluorokrom seperti karboksi fluoresein diasetat meng¬hasilkan fluorokrom pada pembelahan intrasel dengan esterase, atau fluoresen membran-permeabel memiliki afinitas DNA-STBR-14. Dengan demikian aliran mikroskop atau sitometri digunakan untuk penilaian sel yang rusak/utuh (rasio hidup/mati), sedangkan pewarnaan fluorescen dapat mengikat membran mitokondria dan penilaian mitokondria dengan menggunakan rhodamine 123 (Bailey et al., 1994).
Kriopreservasi dapat menimbulkan kerusakan fisik pada beberapa sel, dan akrosom. Akrosom tidak dapat menggabungkan membran plasma dan penilaian yang berbeda dari hasilnya sendiri. Sedangkan mikroskop digunakan untuk mengevaluasi spermatozoa yang dapat menghasilkan data akrosomal normal (% NAR). Penelitian ini dilakukan dengan pemeriksaan fluorescen (Bailey et al., 1994).
Motilitas sperma digunakan untuk penilaian semen pasca cair sederhana yang dapat memberikan kelangsungan hidup spermatozoa. Dengan demikian, penelitian mengenai fertilisasi dapat menggunakan sistem komputer seperti penilaian kualitas semen. Sedangkan pada penelitian fertilisasi spermatozoa manusia dapat menunjukkan hasil yang signifikan terhadap pembuahan dari sampel semen donor. Hasil dari penelitian ini dapat menunjukkan bahwa penilain semen dengan menggunakan komputer dapat memprediksikan fertilitas semen sapi beku dan semen babi cair yang menunjukkan pengukuran terhadap kelangsungan hidup sperma in vitro pada kapasitasi, fertilisasi dan perkembangan hidup embrio (Bailey et al., 1994).
Hasil penelitian diatas dapat simpulkan bahwa tes fungsi sperma dapat dilakukan penelitian lebih lanjut seperti tes fungsional yang telah dilakukan pada inseminasi heterospermi dengan menggunakan berbagai tipe-tepe fertilitas pada tes fungsi sperma yang lebih tepat (Bailey et al., 1994).

PEMBAHASAN

Aktivitas metabolisme dan motilitas sperma terjadi pada petingkatan suhu. Peningkatan temperatur hingga mencapai 10oC diatas suhu lingkungan dapat mempengaruhi tingginya aktivitas metabolisme spermatozoa (2 kali lipat aktivitas), hal ini mengakibatkan daya tahan hidup sperma lebih singkat. Diatas suhu 50oC, sperma akan kehilangan daya geraknya dalam waktu 5 menit. Hasil penelitian ini terjadi perbedaan yang signifikan pada motilitas spermatozoa pada suhu tubuh (37oC) dan suhu kamar (20oC). Pemeriksaan dan penilaian spermatozoa sebaiknya dilakukan pada suhu 37oC dengan penyimpanan secara in vitro pada temperatur 37oC, karena spermatozoa hanya mampu bertahan hidup beberapa jam, adanya aktivitas penimbunan asam laktat, penuaan dan pertumbuhan bakteri (Curry, 1995).
Aktivitas pendinginan dapat mempengaruhi kualitas dan memperpanjang masa hidup sperma. Sperma akan rusak apabila di dinginkan di bawah suhu 0oC, kecuali dengan ditambahkan cryoprotectant ke dalam medium. Kejadian yang dapat merusak dan menurunkan viabilitas spermatozoa selama proses penyimpanan dan pembawa materi genetik ternak (sel gamet) dengan teknik kriopreservasi yaitu kejutan dingin (cold shock) dan pembentukan krista-kristal es. Kejutan dingin terjadi karena adanya penurunan suhu secara mendadak dibawah suhu 0OC. Kejadian ini berkaitan erat dengan fase pemisahan dan penurunan sifat-sifat permeabilitas secara selektif dan membran bioligik sel hidup. Kerusakan yang disebabkan oleh cold shock diakibatkan karena adanya kontraksi membran lipoprotein lebih besar daripada kontraksi sel intracelullar. Hasil dari penelitian ini membuktikan bahwa cold stock sangat resitensi terhadap karakteristik sel yang bukan bersifat plasma semen (Toelihere, 1981; Curry, 1995, Arthur et al., 1996).
Cold shock dapat dicegah dengan pendinginan semen secara bertahap pada suhu kritis dibawah 15oC - 0oC hasil ini dapat membuktikan dengan adanya meningkatkan kriosurvival sperma pasca thawing dan dengan penambahan non-penetrating cryoprotectant seperti dissacharides dan protein sedangkan fosfolipid dan lecithin merupakan komponen pelindung sperma yang terdapat pada kuning telur dan susu skim (Curry, 1995).

KESIMPULAN

Beberapa hal penting yang perlu diperhatikan dalam menggunakan teknik kriopreservasi, yaitu (1) apabila terjadi dehidrasi (pengeluaran air dalam sel) akan terjadi kekeringan yang menyebabkan terjadinya kerusakan pada sel (2) Apabila tidak terjadi dehidrasi akan terbentuk kristal-kristal es yang dapat merusak sel, jaringan dan materi genetik ternak lainnya.

Terjadi dua venomena utama yang dapat merusak ataupun menurunkan viabilitas selama proses penyimpanan dengan teknik kriopreservasi yaitu kejutan dingin (Cold shock) dan pembentukan Kristal-Kristal es. Cold shock digunakan untuk mencegah semen sapi terhadap pendinginan pada suhu kritis 15oC - 0oC serta meningkatkan kriosurvival sperma pasca thawing.


DAFTAR PUSTAKA

Amann RP. 1999. Cryopreservation of semen. Di dalam: Encyclopedia of Reproduction. Vol. 1 London: Academic.

Arthur, G.H., Noakes, D.E., Harold, P., Parkinson, T.J. 1996. Veterinary Reproduction and Obstetrics. Seventh Edition. W.B. Saunders Company Ltd. London, England.

Bailey JL, Buhr MM. 1994. Cryopreservation alters the Ca2+ flux of bovine spermatozoa. Can J Anim Sci 74.

Curry, M.R., 1995. Kriopreservasi of Semen from Domestic Livestocks. In: Cryopreservasi and Freeze-Drying Protocol. Humana Press Inc., Totowa, NJ.

Das KK, Rajkonwar CK. 1994. Morphological of acrosome during equilibration and after freezing of buck semen with raffinosa egg yolk glycerol extenders. Indian Vet J 71.

Deka BC, Rao AR. 1986. Effect of egg yolk levels on quality of frozen buck semen. Indian Vet J 63.

Dhami, A. J. and K.L. Sahni. 1993. Evaluation of different cooling rates, equilibration periods and diluent for effect on deep-freezing, enzyme leakage and fertility of Taurine bull spermatozoa. Theriogenol Schellander, K., J.Peli, F.

Holt, W.V. 2000. Basic Aspect of Frozen Storage of Semen. Anim. Reprod. J Reprod Fert, C on the ultrastructure of ram spermatozoa. 35.

Kumar S, Sahni KL, Mohan G. 1992. Effect of different glycerol and yolk on freezing and storage of buffalo semen in milk, tris and sodium citrate buffers. Buffalo J 2.

Leibo, S.P., A. Martino, S. Kobayashi and J.W. Pollard. 1996. Stage-dependent sensitivity of oocytes and embryos to low temperatures. Anim. Repord.

NIemann, H. 1991. Cryopreservation of ova and embryos from livestock : current status and research needs. Theriogenelogy.

Parks JE, Graham JK. 1992. Effects of cryopreservation procedures on sperm membranes. Theriogenology 38.

Rall, W. F dan G.M. Fahy, 1985. Vitrification a new approach to embryo cryopreservatio. Theriogenology.

Rall, W.F. 1992. Cryopreservation of oocytes and embryos : methods and application Ani. Repord.

Salamon S, Maxwell WMC. 1995. Frozen storage of ram semen I: processing, freezing, thawing and fertility after cervical insemination. Anim Reprod Sci 37.

Schmoll and G. Brem. 1994. Effect of different cryoprotectans and carbohydrates on freezing of matured and unmatured bovine oocytes. Theriogenology 42.

Sinha S, Deka BC, Tamulu MK, Borgohain BN. 1992. Effect of equilibration period and glycerol level in tris extender on quality of frozen goat semen. Indian Vet J 69.

Suprianata, I. dan F.H. Pasaribu. 1992. In Vitro Fertization, Transfer Embrio dan Pembekuan Embrio. Pusat Antar Universitas, Institut Pertanian Bogor.

Tambing SN, Toelihere MR, Yusuf TL, Sutama IK. 2000. Pengaruh gliserol dalam pengencer Tris terhadap kualitas semen beku kambing Peranakan Etawah. JITV 5.

Toelihere MR. 1985. Inseminasi Buatan pada Ternak. Bandung: Angkasa. Jones RC, Martin ICA. 1973. The effects of dilution egg yolk and cooling to 50

Toelihere, M.R. 1981. Fisiologi Reproduksi Pada Ternak. Edisi Pertama. Penerbit Angkasa, Bandung-Indonesia.

Tredjo AG, Anaya MJ, Hernandez GM. 1996. Effect of egg yolk concentration and the cooling rates on the sperm motility and acrosomal integrity of frozen caprine semen. Di dalam: Proc. VI International Conference on Goats, Beijing, 6-11 Mei 1996.

Viswanath R, Shannon P. 2000. Storage of bovine semen in liquid frozen state. Anim Reprod.

Watson PF. 1995. Recent developments and concepts in the cryopreservation of spermatozoa and assesment of their post-thawing function. Reprod Fertil Dev 7.

Watson, P.F. 2000. The Causes of reduced fertility with cryopreserved semen. Anim. Reprod.

Weitze, K.F. and R. Petzoldt. 1992. Preservation of semen. Anim. Repord.

White IG. 1993. Lipids and calcium uptake of sperm in relation to cold shock and preservation. A review. Reprod Fertil Dev 5.

0 komentar:

Post a Comment

 
vetshop online © 2010 | Designed by Blogger Hacks | Blogger Template by ColorizeTemplates | Brought to you by Cyber Template